Pages

Kucing dan Tikus yang Menjadi Sahabat


Oleh Yusriman



Di sebuah desa kecil yang dikelilingi kebun dan ladang, tinggallah seekor kucing bernama Imut dan seekor tikus kecil bernama Amut. Imut adalah kucing yang berbulu lebat berwarna abu-abu, dengan mata besar yang selalu penuh rasa ingin tahu. Amut, di sisi lain, adalah tikus kecil yang cepat, gesit, dan selalu penuh dengan ide-ide cemerlang.


Meskipun mereka berasal dari dua dunia yang berbeda, Imut dan Amut memiliki kisah persahabatan yang unik. Biasanya, kucing dan tikus tidak bisa akur, karena kucing suka mengejar tikus. Namun, Amut dan Imut sudah saling mengenal sejak mereka kecil. Mereka tumbuh bersama di rumah Pak Tani, dan meskipun Imut sering berlari mengejar Amut, itu lebih karena rasa ingin tahu daripada keinginan untuk menyakiti.


Pada suatu pagi yang cerah, Imut berjalan keluar rumah dengan perut keroncongan. Ia merasa sangat lapar, karena sudah beberapa hari terakhir tidak menemukan makanan yang cukup. Amut yang sedang berlari-lari kecil melihat Imut dan menghampirinya.


“Hai, Imut! Kenapa kamu kelihatan murung?” tanya Amut, melompat ke samping Amut.

Imut menggeram pelan, “Aku lapar, Amut. Aku sudah mencari makan di mana-mana, tapi tidak ada yang kutemui. Aku ingin sekali makan ikan yang ada di kolam Pak Tani, tapi kolam itu dijaga oleh anjing. Aku tidak bisa mendekatinya.”


Amut berpikir sejenak. Dia tahu persis bagaimana rasanya lapar, karena sering kali ia harus mencari sisa makanan di sekitar rumah Pak Tani. Namun, Amut juga tahu tempat yang sangat menyenangkan dan penuh dengan makanan lezat.


“Aku tahu tempat yang penuh dengan makanan enak, Imut,” kata Amut sambil tersenyum lebar. “Di gudang Pak Tani, ada banyak keju dan jagung! Aku bisa membawamu ke sana, tapi kamu harus berjanji tidak akan mengejarku, ya?”

Imut terkejut. “Keju? Jagung? Itu pasti enak sekali! Tapi bagaimana caranya aku bisa mendapatkan makanan itu tanpa mengejar kamu, Amut?”

Amut tertawa kecil. “Tenang saja, Imut. Aku akan menunjukkan jalan yang aman. Kita akan pergi bersama-sama. Aku akan berjalan di depan, dan kamu akan mengikutiku dengan tenang. Kita akan berbagi makanan itu bersama-sama!”


Imut merasa ragu, tetapi karena sudah sangat lapar dan Amut terlihat begitu percaya diri, ia akhirnya setuju. “Baiklah, aku janji. Aku akan mengikuti kamu tanpa mengejarmu.”

Mereka berdua pun berjalan menuju gudang Pak Tani. Di sepanjang perjalanan, Imut dan Amut berbincang-bincang dan saling bertukar cerita. Imut menceritakan bagaimana ia suka tidur di bawah pohon besar di halaman rumah, sementara Amut menceritakan bagaimana ia sering bermain dengan teman-temannya di ladang.


Sesampainya di gudang, Amut membawa Imut ke sudut yang tersembunyi, tempat Pak Tani menyimpan keju dan jagung. Imut tidak bisa menahan kegembiraannya saat melihat potongan keju yang besar dan jagung yang segar. Namun, Amut mengingatkan, “Ingat, Imut, kita hanya akan mengambil sedikit saja. Jangan sampai Pak Tani marah.”


Imut mengangguk setuju dan dengan hati-hati mengambil sepotong keju. Amut juga mengambil sejumput jagung. Mereka duduk bersama di sudut gudang, menikmati makanan sambil tertawa-tawa.

“Rasanya enak sekali, Amut! Terima kasih sudah membawaku ke sini,” kata Imut sambil memakan keju.

“Sama-sama, Imut. Aku senang bisa berbagi denganmu,” jawab Amut, merasa bahagia melihat Imut senang.


Setelah puas makan, mereka berdua keluar dari gudang dengan hati senang. Imut merasa bahwa ia telah belajar sesuatu yang berharga hari itu. Meskipun ia adalah kucing yang biasanya suka mengejar tikus, Amut telah mengajarkan bahwa dengan berbagi dan saling percaya, mereka bisa menjadi sahabat sejati.


Sejak hari itu, Imut dan Amut menjadi teman baik yang selalu berbagi kebahagiaan. Mereka sering berjalan bersama, berbincang-bincang, dan saling membantu. Imut tidak lagi merasa lapar, dan Amut merasa lebih dihargai. Mereka tahu bahwa persahabatan mereka lebih kuat daripada perbedaan antara seekor kucing dan seekor tikus.


Dan begitu, Imut si kucing dan Amut si tikus hidup bahagia, menunjukkan kepada dunia bahwa persahabatan itu bisa tumbuh meskipun berasal dari dua dunia yang berbeda.

 

Yusriman. Mahasiswa Kajian Budaya, Universitas Andalas. Pusat Kajian Sastra Indonesia, Mazhab Limau Manis, dan Surau Sastra Hamka.

Majalahanakcerdas.com

Majalah Anak Cerdas,

Tidak ada komentar:

Posting Komentar