Pages

Ayo Berkunjung Ke Museum Tsunami Aceh






Oleh Sri Wahyuni


Minggu ini, Alfarizki mengisi hari pekan dengan berkunjung ke tempat wisata di kota Banda Aceh. Dia ditemani oleh kakak dan orang tuanya.


Oh, Alfarizki ingin hari Minggu segera tiba.

Ia belum pernah ikut berwisata ke Kota Banda Aceh. Setelah menempuh perjalanan cukup jauh, sampailah mereka ke kota Banda Aceh. Mereka mengunjungi Museum Tsunami Aceh, sebuah museum di Banda Aceh yang dirancang sebagai monumen simbolis. Untuk mengenang bencana gempa bumi dahsyat berkekuatan 9,3 Skala Richter (SR) yang menyebabkan tsunami pada tahun 2004.


Museum Tsunami Aceh adalah salah satu bukti sejarah terjadinya Tsunami Aceh pada 26 Desember 2004, yang terletak di kota Banda Aceh tidak jauh dari Masjid Raya Baiturrahman.


Setiap hari, ramai orang dari berbagai daerah, maupun dari dalam dan luar negeri berkunjung ke Museum Tsunami ini sambil belajar dan mengenang bencana tsunami yang terjadi di Aceh.


“Tempat apa ini ayah?” Tanya Alfarizki dengan riang gembira.

“Ini namanya Museum Tsunami Aceh.” Jawab Ayah.

“Kenapa dinamakan Museum Tsunami Aceh, Ya?” Tanya Alfarizki begitu penasaran.

“Museum Tsunami Aceh ini adalah suatu tempat yang mempunyai fungsi sebagai ruang pameran berbagai peristiwa tsunami 26 Desember 2004 di Kota Banda Aceh.”


Alfarizki sangat terkesima ketika melihat Museum Tsunami Aceh yang berada di pusat ibu kota tersebut.

“Museum Tsunami Aceh dirancang oleh seorang arsitek asal Indonesia yang bernama Dr. H. Mochammad Ridwan Kamil, ST. M.U.D, dikenal dengan sapaan Kang Emil yang pernah menjabat sebagai Gubernur Jawa Barat. Museum Tsunami diresmikan pada 23 Februari 2008 oleh bapak Presiden Republik Indonesia Susilo Bambang Yudhoyono,” tambah Ayah.


“Oh iya, Alfarizki ingat, Pak Hamdani pernah bercerita tentang Museum Tsunami Aceh kepada kami di kelas,” kata Alfarizki.

Tapi....tiba-tiba ketika Alfarizki berada di suatu lorong di sebuah ruangan museum, ia bertanya kepada Ayah “Suara apa....ini Ayah?”

Lorong ini membuat emosi para pengunjumg bercampur aduk.

Suara gemuruh percikan air, cahaya yang remang dan gelap serta lafal zikir ikut bergema di sepanjang lorong tsunami membuat bulu roma merinding.


“Itulah bukti, dahsyatnya Tsunami yang terjadi waktu itu. Maka di dalam museum tsunami ini terdapat tiruan suara kejadian tsunami seperti sebenarnya atau diorama lorong tsunami, pengunjung masuk melalui lorong sempit dan gelap di antara dua dinding air yang tinggi untuk menciptakan kembali suasana dan kepanikan saat Tsunami,” Ayah menjelaskan.

“Apa saja yang ada di dalamnya, Ayah?” tanya Alfarizki.


Museum Tsunami ini memiliki dinding museum yang dihiasi gambar orang-orang menari  Saman, sebuah makna simbolis terhadap kekuatan masyarakat Aceh menghadapi bencana tsunami, disiplin, dan keyakinan iman yang kuat orang Aceh.


Dari atas atap museum membentuk gelombang laut. Lantai dasarnya dirancang mirip rumah panggung tradisional Aceh yang selamat dari terjangan tsunami.

Lantai satu dan dua museum dihubungkan oleh sebuah jembatan itu.


Banyak sekali bendera berbagai negara yang di pasang di kisi-kisi langit museum sebagai simbol persahabatan dunia. Sebagai lambang ucapan terimakasih untuk berbagai negara yang pernah membantu masyarakat Aceh saat dilanda musibah tsunami.


Alfarizki tertegun!

“Hebat sekali orang yang membuat museum tsunami ini!,” celetuk kakak Alfarizki.

“Pasti banyak orang meninggal ketika terjadi tsunami di Aceh, ya kan?” Alfarizki kembali bertanya.

“Iya, saat terjadi tsunami banyak warga di kota Banda Aceh ini menjadi korban. Nyaris semua rumah warga rata dengan tanah,” jawab Ayah.

“Coba lihat prasasti dan gambar-gambar ini! Ada banyak nama-nama korban tsunami yang berasal dari Kota Banda Aceh,” tunjuk Ayah ke arah prasasti korban tsunami.

“Lihat juga lukisan yang ada di atas sana, itu persis waktu terjadinya tsunami kala itu.”

“Ayah, lihat! Banyak orang yang berkunjung ke museum tsunami Aceh,” seru Alfarizki.

“Oh ya...  banyak orang yang berkunjung ke museum tsunami Aceh. Kita bisa menikmati pemandangan Kota Banda Aceh sambil bermain ke museum tsunami Aceh,” jawab Ayah.


Masyarakat semakin tertarik berkunjung ke sini. Sekarang tempat ini telah menjadi situs Tsunami di Kota Banda Aceh. Museum Tsunami dibangun untuk memperingati para korban yang namanya dicantumkan di dinding untuk mengenang para syuhada yang gugur saat peristiwa tsunami, namun dapat juga sebagai monumen sejarah Kota Banda Aceh.”

Tidak pernah terbersit di pikiran Alfarizki ternyata kejadian tsunami sedahsyat itu.”Ya Allah… mengerikan sekali!”

Tak lama kemudian, Ibu menghampiri mereka yang tertunduk sedih disampingnya.


Melihat Ibu menghampirinya, Alfarizki pun segera mendekat dan memeluk ibunya. “Sekarang hapus rasa sedihmu dan ingat, rajinlah kita selalu mengingat Allah Yang Maha Esa!, Nak!” Ungkap Ibu.

Alfarizki mengangguk mendengarkan nasihat ibunya. Segera ia lekas berjalan kembali.

Ibu tidak bosan untuk menasehati dan mengingatkan Alfarizki.


Ibu memberikan contoh kepada Alfarizki salah satunya untuk menjaga shalat lima waktu.

“Terimakasih ibu untuk nasihatnya,” kata Alfarizki.

Alfarizki berjanji akan memperbaiki shalatnya. Alfarizki juga tidak akan nakal dan usil lagi.


Ibu Alfarizki pun ikut tertawa bahagia mendengar ucapan putranya itu. Beliau dengan sangat bangga memeluknya. “Ibu sayang Alfarizki,” bisik ibu padanya sambil berjalan.

 

“Ayah, apakah museum tsunami merupakan monumen bersejarah?” tanya Alfarizki.

“Iya. Ini situs sejarah dan edukatif yang didedikasikan untuk memperingati bencana dahsyat tsunami Aceh tahun 2004 silam. Yang mesti menjadi pelajaran untuk kita bahwa ancaman tsunami bisa terjadi kapan saja,” jawab Ayah.


Museum tsunami Aceh ini akan terus dijaga oleh Pemerintah Kota Banda Aceh sebagai bentuk tanggung jawab pemerintah terhadap literasi dan penyelamatan bencana bagi masyarakat, serta menjadikan museum sebagai pusat penelitian, pendidikan, penyelamatan dan rekreasi kebencanaan tsunami di Asia Tenggara.


Museum Tsunami Aceh ini dibangun untuk mengenang gempa bumi yang mengakibatkan tsunami tahun 2004.

Museum Tsunami Aceh menjadi pusat pendidikan dan sebagai pusat penyelamatan jika bencana tsunami sewaktu-waktu datang lagi.


Waktu zuhur telah tiba. Ayah dan Ibu mengajak mereka untuk pulang.

Mereka semua menikmati wisata bersama.

“Mari kita pulang.”

“Sebentar, Ayah. Alfarizki suka kaos dan pernak-pernik yang dijual di sana, boleh?” rengek si Alfarizki sebelum beranjak pulang.

Tak lama setelah itu, mereka pulang dengan senyum bahagia.


Wisata ini dapat dijadikan pembelajaran yang berharga dan wawasan bagi mereka, juga mendapatkan ilmu yang menarik tentang museum tsunami Aceh.


Tahukah teman-teman akan bencana dahsyat yang pernah melanda Aceh pada tanggal 26 Desember 2004?

Mungkin ada yang sudah tahu dari cerita Ayah dan Ibu di rumah, kalau belum pernah mendengarnya kalian dapat datang melihat langsung sejarah tsunami di museum.


Nah... teman-teman, kalau berpergian ke Banda Aceh, jangan lupa untuk berkunjung ke Museum Tsunami Aceh, ya


Majalahanakcerdas.com

Majalah Anak Cerdas,

Tidak ada komentar:

Posting Komentar