Pages

Semangat dong, Syamil!



Oleh: Retno Kusumo


“Besok ulangan IPS, belajarlah baik-baik di rumah. Dan jangan lupa, tugas membuat kerajinan tangan juga harus dikumpulkan,” kata Ustadzah Diah, wali kelas V SD Islam.

“Ya, Us....” sahut seisi kelas serempak, kecuali Syamil.

Dia memberengut dan memasukkan buku-bukunya ke dalam tas dengan kesal.Kenapa Ustadzah Diah harus mengadakan ulangan besok? Kenapa tidak minggu depan saja, sih? Ugh! Menyebalkan!

***

“Assalamu’alaikum,” Syamil mengucap salam dengan lesu.

“Wa’alaikumsalam. Kamu sakit, Nak?” tanya Umi.

Umi heran melihat sikap Syamil. Tidak biasanya dia pendiam dan cemberut. Ada saja ceritanya setiap pulang dari sekolah atau pergi bermain. Umi jadi khawatir.

Syamil menggeleng.

“Syamil kesal dengan Ustadzah Diah.”

“Loh, kok bisa? Memangnya Ustadzah kenapa?” Umi terheran-heran.

“Ustadzah tadi mengumumkan kalau besok ulangan IPS. Tugas membuat kerajinan tangan dari barang bekas juga harus dikumpulkan besok. Padahal Syamil dan Abi mau nonton sirkus keliling nanti malam. Gagal deh rencana Syamil, Mi,” kata Syamil dengan mata merah menahan tangis.

Umi tertawa kecil.

“Syamil... Syamil.... Umi kira kamu sakit atau ada masalah di sekolah. Ternyata... hehehe....” Umi masih tertawa.

Syamil bertambah kesal, tega sekali Umi menertawakannya.

“Kok Umi malah tertawa, sih? Syamil kesal betul, Mi. Sirkus itu hanya datang setahun sekali. Diantara teman-teman sekelas, Syamil sendiri saja yang belum pernah menonton,” keluhnya.

Umi tersenyum dan berkata, “Kamu bisa melihat sirkus nanti malam. Selesaikan saja tugasmu sekarang, belajar sekalian untuk ulangan besok. Nah, nanti malam tinggal nonton saja, beres, kan?”

“Apa bisa bikin kerajinan tangan sekaligus belajar siang ini, Mi? Apa cukup waktunya?”

“Pasti bisa! Asalkan Syamil sungguh-sungguh. Umi bangun jam tiga dini hari, memasak, mencuci, membersihkan rumah, menyiapkan keperluan Abi, kamu, dan Dik Miftah. Semua harus selesai sebelum jam tujuh, berarti waktunya cuma empat jam, tapi Umi bisa melakukannya, iya, kan? Konsentrasi, rencanakan baik-baik, lakukan dengan sungguh-sungguh, dan jangan buang waktu untuk hal yang tidak perlu, itu kuncinya,” nasehat Umi.

“Sekarang kamu makan dulu. Setelah makan, kerjakan tugasmu. Umi ke depan dulu, siapa tahu ada pembeli di warung, ya?” kata Umi seraya beranjak.

Syamil mengangguk. Iya juga, ya? Pikirnya. Setiap pagi Umi melakukan semua pekerjaan sendiri, menyiapkan keperluan seisi rumah, bersih-bersih, bahkan bisa memasak dan membuka warung soto di halaman.

Setiap Syamil bangun pagi, sarapan selalu sudah siap di atas meja makan, baju seragam sudah rapi di gantungan, sepatu sudah berjajar di depan pintu dan siap dipakai. Sore hari, selain mengerjakan pekerjaan rumah, Umi juga mengajar Syamil dan anak-anak lain mengaji di surau. Malamnya, Umi masih membantu Syamil dan Dik Miftah belajar. Umi tidak pernah mengeluh. Umi juga tidak pernah lalai. Tugas sebanyak itu dikerjakannya sendiri. Padahal waktunya sedikit sekali.

Semangat Syamil muncul kembali. Dia punya waktu seharian untuk menyelesaikan tugas. Cukup membuat kerajinan tangan yang mudah dan sederhana, supaya tidak makan waktu lama untuk membuatnya. Setelah itu, tinggal menghapal bahan ulangan besok. Ah, ya, dia yakin bisa.

Sambil bernyanyi kecil, Syamil menuju ke meja makan dan melahap makan siang yang sudah disiapkan Umi. Nasi putih, sayur bayam, dan ikan nila goreng. Sambil mengunyah, tekad baru tumbuh di hatinya. Mulai sekarang, dia akan bangun lebih pagi, membantu Umi dan belajar menyiapkan kebutuhannya sendiri.

Majalahanakcerdas.com

Majalah Anak Cerdas,

Tidak ada komentar:

Posting Komentar