Oleh Anton Sucipto, SP
Pagi itu terdengar suara nyanyian yang merdu, di dalam hutan yang penuh dengan pepohonan. Suara itu ternyata berasal dari seekor belalang hijau. Salah satu temannya, yaitu semut cokelat, yang selalu membantu, merupakan sahabat yang baik juga.
“Nyanyianmu merdu juga! setiap menit bernyanyi dan bermain dengan gitar kecilmu itu!” ucap semut coklat.
“Suaraku ini memang sangat merdu!” sahut Belalang menyombongkan suaranya.
“Aku tahu takkan mungkin bisa menandingi nyanyian kamu itu, tapi setidaknya kau jangan malas-malasan. Apakah kau tak bosan?” sahut semut coklat.
“Daripada kau buat tali yang aneh itu, mendingan bernyanyi bersamaku!” belalang bernyanyi lagi.
“Tali dari pelepah pohon pisang yang sudah kering ini digunakan untuk mengikat beberapa tiang penyangga rumah,” semut coklat tampak geleng-geleng kepala.
Sementara Belalang itu semakin keras bernyanyi dan berputar-putar di tempat itu. Dia memang sering mengganggunya.
“nanti bantu mencari gula pasir dan sisa roti yang bisa kita temukan di dekat hutan ini!” ucap semut coklat.
“Aku mau santai-santai dulu!” teriak belalang sambil meninggalkan tempat itu.
Hari itu cuaca cukup panas. Dia tak juga menghentikan kebiasaan bernyanyi. Sepanjang hari hanya berjalan-jalan, bersantai, dan bernyanyi lagi. Tak pernah dia bekerja atau sekedar mencari makanan di hutan. Dia memang sering bertemu dengannya. namun tak lain dan tak bukan, dia ingin meminta makanan darinya. Semut coklat itu merasa kasihan kepadanya.
Ketika itu sedang musim kemarau, banyak semut bergotong royong membuat rumah baru di atas sebuah pohon beringin yang besar dan kokoh. Mereka bahu-membahu, kerjasama mebuat tempat tinggal yang kuat menahan terjangan banjir dan hujan. Semut coklat itu rajin menyiapkan bahan dan peralatan untuk membangun sebuah rumah yang kuat.
Pekerjaan itu dilakukan setiap hari selama musim kemarau. Dia beserta kelompok semut lainnya, rajin mencari bahan makanan sebagai bekal nanti jika musim penghujan tiba. Semua bahan makanan seperti gula aren, gula pasir, madu coklat, buah semangka, melon dan pepaya, dikumpulkan dalam beberapa wadah. Semua makanan itu di masukkan ke dalam bungkusan keranjang yang di ikat kuat agar tidak rusak. Lalu semua bahan makanan itu di simpan di dalam rumah yang telah dibangun di atas pohon beringin.
Sementara Belalang itu malahan sibuk sendiri, bernyanyi sepanjang hari tanpa mau membantunya. Kali ini dia bersandar santai di dahan pohon jambu sambil mengunyah buah jambu yang sudah matang.
Semut coklat menganggap sikapnya itu sebagai hal yang sudah biasa terjadi setiap hari. Dia menasehatinya supaya segera menyiapkan bahan makanan. Sekarang masih musim kemarau, jadi tidak takut untuk pergi ke mana saja.
Jika saat musim hujan datang, tentu keadaan akan semakin berbeda. Situasi yang dialami pasti lebih sulit dari saat ini. Bila musim hujan tiba, biasanya akan dibarengi pula datangnya hujan deras sepanjang hari, badai petir, angin ribut atau banjir yang bisa merobohkan rumah. Oleh karena itu dia dan keluarganya sedini mungkin mempersiapkan diri mencegah bahaya yang mungkin akan menimpanya. Hal yang paling utama dipersiapkan berupa bahan makanan dan minuman. Begitu juga dengan rumah yang didesain itu sangat kuat dan berada di posisi yang lebih tinggi dari permukaan tanah. Sehingga akan terhindar dari terjangan banjir dan hujan badai.
Pada malam hari, Belalang itu masih terus bernyanyi. Semua kelompok semut hitam yang jumlahnya ratusan, sudah terbiasa mendengar suara nyanyiannya itu. Semut-semut coklat dan hitam yang jumlahnya lebih dari seratus ekor, berkumpul di bawah pohon beringin. Mereka sedang mengadakan rapat untuk mengantisipasi datangnya musim hujan yang sebentar lagi akan tiba.
“Kita ini jangan lengah. Teruslah bekerja mendirikan rumah di atas pohon yang kuat dan persiapkanlah semua bahan makanan, sebagai perbekalan saat musim hujan tiba!” kata salah satu tetua dari semut hitam itu.
Belalang sering menyaksikan kelompok semut hitam yang jumlahnya ratusan itu mengadakan rapat atau pertemuan rutin. Dia acuh tak acuh melihat mereka. Dia tidak peduli dengan semua perkataan mereka. Dia lebih suka menyanyi dan menganggap bahwa setiap hari itu akan selalu menyenangkan untuk kehidupannya.
“Mendingan bernyanyi dan bermain gitar!” gumamnya sembari melangkah pergi meninggalkan tempat itu.
Akhirnya musim hujan tiba juga. Ratusan semut itu telah berada di dalam rumah yang dibangun di atas pohon beringin yang tinggi. Mereka merasa aman di sana.
Sementara Belalang itu masih saja bernyanyi dan bersantai di bawah pohon itu. Tiba-tiba terdengar petir menggelegar sangat keras. Dibarengi oleh angin ribut yang sangat kencang. Kali ini hujan disertai badai telah membuatnya ketakutan. Hujan di pagi itu sangat deras dan berlangsung sepanjang hari. Dari pagi hingga malam, hujan tidak pernah surut. Dia berpegangan pada sebuah ranting pohon, namun dia beberapa kali tersapu angin yang bertiup kencang.
Dengan sekuat tenaga, dia menggapai cabang dahan pohon yang lainnya, tapi selalu gagal. Rumahnya sudah hancur terkena terjangan banjir. Dia bertahan di atas sebuah batang kayu yang mengapung di atas derasnya aliran banjir itu.
“Tolong…tolong…!” ucapnya sambil terus memegangi batang pohon yang mengapung itu.
Semut coklat itu melihatnya dari dalam rumah di atas pohon beringin. Dia segera melemparkan sebuah tali yang terbuat dari pelepah batang pisang. Tali itu diikat di sebuah penyangga rumah oleh ratusan semut hitam. Talinya cukup panjang dan kuat, sehingga bisa di jangkau olehnya.
“peganglah tali itu!” kata semut coklat itu yang ada di atas rumah besar di atas pohon beringin.
Belalang segera mencari tali yang dilemparkannya. Tak lama kemudian, dia melihat tali itu dan segera meraihnya. Dia berhasil ditarik ke atas rumah yang berdiri kokoh dan kuat itu.
“Terima kasih, ya. Saya menyesal telah menganggap remeh kalian,” kata Belalang itu menyesali perbuatannya.
Hujan badai terjadi selama 7 hari lamanya, membuat mereka, beserta ratusan semut harus tinggal di dalam rumah itu. Mereka tak berani untuk keluar rumah. Jika sewaktu-waktu banjir dan angin kencang datang, mereka takut akan tersapu dan hanyut ditelan derasnya arus banjir. Ternyata persediaan bahan makanan yang disimpan oleh ratusan semut itu masih cukup sebagai bekal makanan selama 7 hari. Sejak saat itu, dia tak lagi hidup bermalas-malasan. Kini dia menjadi lebih rajin bekerja.
Penulis : Anton Sucipto, SP.
Alumni Universitas Jenderal Soedirman (UNSOED) Purwokerto.
Tulisannya dimuat oleh media cetak dan online, seperti koran Kedaulatan Rakyat, koran Suara Merdeka, Solopos, Merapi, Kompas klasika Nusantara Bertutur, Radar Bromo, Majalah Utusan, Majalah Panjebar Semangat, Majalah Target, Jelata.co, Marewai.com, Golagongkreatif.com, Becik.id, Bangka pos.
Channel YouTube: https://www.youtube.com/@anton.learnstosinging
https://www.youtube.com/@42feeling.filmkungfu
Tidak ada komentar:
Posting Komentar