Oleh Anton Sucipto, SP
Hari ini kebetulan hari minggu. Anak-anak sekolah semua libur. Mereka bergembira dan bermain dengan teman-temannya. Ada yang bermain sepakbola dan bermain bulutangkis di lapangan. Sedangkan Aldo tampak sedang duduk santai, di bawah pohon kelengkeng, yang berdaun lebat.
Tiba-tiba terdengar suara yang mengagetkannya.
“hei, ikutlah denganku bermain sepakbola di lapangan yuk?”
Ternyata Usro, datang menghampiri dan menepuk bahunya dari belakang.
“Aku lagi memikirkan bagaimana cara cepat untuk mencari rumput untuk pakan ternak kambing peliharaan Kakekku, tetapi aku juga ingin melihat pagelaran wayang kulit di balai desa!” sahut Aldo sambil mencabuti rumput ilalang.
“Itu soal gampanglah, aku sebagai kawan baikmu, selalu siap membantu. Ayo sekarang kita cari rumput yang banyak agar cepat selesai,” ujar Usro sambil menarik tangannya.
Kontan saja Aldo hampir jatuh kelimpungan. Beruntung dia telah sigap mengantisipasi tarikkan tangan temannya itu, sehingga dia tidak jadi terjatuh.
Mereka kemudian bergegas menuju ke lahan sawah di pinggir desa. Di sana membentang hamparan sawah yang hijau sungguh membuat sedap di pandang mata. Kita bisa menikmati sejuknya udara di perdesaan yang tidak tercemar oleh polusi dari bisingnya asap mobil dan motor. Kicauan burung pipit mengiringi langkah dua anak yang bersahabat baik itu. Nyanyian dari barisan jangkrik berwarna kecoklatan di sela-sela lubang tanah ikut juga terdengar. Mereka tampak telah sampai di tempat yang banyak rumput, untuk pakan kambing.
Mereka dengan cekatan langsung mencabuti rerumputan itu. Sekitar satu jam lamanya, mereka akhirnya selesai mengumpulkan rumput yang cukup banyak. Lalu diikat menggunakan seutas tali, yang diambil pelepah daun pisang. Mereka kemudian pergi menuju ke rumahnya.
Setelah sampai di rumah, mereka langsung meletakkan rumput-rumput itu ke kandang kambing.
Hari telah menjelang siang. Mereka bergegas berlari menuju ke balai desa. Mereka ingin menonton wayang kulit. Tiba-tiba dia tersenggol oleh seorang berkumis tebal. Mereka terjatuh. Bungkusan plastik yang dibawa orang yang menabraknya itu, jatuh tepat di depannya.
“Maaf Dik, saya sedang buru-buru nih. Bungkusan plastiknya tolong berikan kepada saya,” kata orang berkumis tebal itu.
Kedua tangannya itu tak sengaja, memegang bungkusan plastik itu, yang tidak terlalu berat isinya. Diambilnya bungkusan plastik yang cukup misterius itu. Aldo sempat beberapa saat melihat isi bungkusan itu. Lalu dia menyerahkan kembali kepada orang berkumis tebal itu.
“Oh, ini Pak, bungkusan plastiknya,” sahutnya sambil menyerahkan bungkusan plastiknya.
“Terimakasih, Dik,” kata orang berkumis tebal itu.
Kemudian orang yang menabraknya pergi dari tempat itu. Sedangkan mereka segera bangkit karena tadi terjatuh.
“kita harus mengikuti orang itu secara diam-diam!” perintah Aldo sembari melangkahkan kaiknya dengan buru-buru.
Usro hanya melongo dan masih kebingungan. Usro berlari mengikutinya, yang sudah berada jauh di depan. Mereka lalu bersembunyi di balik pepohonan besar sambil mengawasi gerak-gerik orang berkumis tebal itu. Langkah mereka kini pelan-pelan, karena sudah berada dekat dengan orang itu. Aldo berjalan sambil sembunyi di semak belukar yang rimbun. Usro mengikuti dari belakang. Untunglah orang berkumis tebal itu tidak menoleh ke belakang.
“Ssstt, kenapa kita mengikuti orang itu?” bisik Usro sambil melihat ke sekeliling.
“Diamlah, jangan keras-keras,” sahut Aldo setengah berbisik.
Orang berkumis tebal itu terlihat memasuki rumah.
Rumah itu berada di ujung sungai dan di kelilingi oleh rumput ilalang yang tumbuh tingggi menjulang. Di depan rumah itu terdapat sepeda motor berwarna merah.
“Usro, kamu panggilah pak Dalang itu, untuk datang ke sini. Bilang kepada Pak dalang, ada orang yang mengambil keris emas miliknya!” katanya tanpa menoleh pada Usro.
“Kenapa harus memanggil pak Dalang ke sini?” tanya Usro menggelengkan kepalanya.
“Jangan banyak tanya, cepatlah kamu temui pak Dalang supaya datang ke sini!” Aldo tampak marah.
Usro mengalah juga. Dia mengerti jika Aldo mempunyai maksud tertentu. Lalu dengan cepat sembari berlari Usro meninggalkan tempat itu. Sementara dia masih bersembunyi di balik semak belukar.
“Semoga saja, pak Dalang akan cepat datang ke sini,” gumamnya.
Tiba-tiba orang berkumis tebal itu keluar dari dalam rumah. Dia lalu menyalakan motornya. Ternyata orang berkumis tebal itu pergi meninggalkan rumahnya. Aldo tampak masih sembunyi dengan perasaan cemas.
“Orang itu mau ke mana?” gumamnya sembari berjalan jinjit menuju ke halaman rumah itu.
Aldo tampak mengendap-endap takut ketahuan. Dia memberanikan diri masuk lewat pintu belakang. Pintunya tidak terkunci, sehingga dia leluasa masuk ke dalam. Di ruang dapur rumah itu tampak kotor dan tidak terawat.
“Pasti rumah ini sudah lama tidak ditempati oleh orang itu,” kata Aldo.
Lalu dia memeriksa seluruh ruangan di sana. Suasana sepi sekali. Hanya tampak jaring laba-laba yang menutupi sebagian isi ruangan itu. Dia menuju satu ruangan yang tertutup pintunya. Ternyata setelah di buka pintunya, dia melihat bungkusan plastik di atas meja kecil.
“Bungkusan plastik ini pasti isinya keris emas!” gumamnya.
Tiba-tiba terdengar suara bising sepeda motor.
“Ngong…,ngongg…!”
Aldo kaget mendengarnya. Lalu dia bersembunyi di bawah sofa panjang yang sudah rusak. Dia mendengar suara langkah kaki. Ternyata orang yang datang itu orang yang berkumis tebal.
Kemudian orang itu mengambil bungkusan plastik yang berada di atas meja. Beberapa saat kemudian, orang berkumis tebal itu telah berada di luar rumah. Dia lalu menghidupkan motornya. Tiba-tiba Aldo dengan berani, memnghampiri orang itu.
“Siang, Pak,” katanya penuh percaya diri.
Orang berkumis tebal itu terkejut. Lalu dia menoleh ke arahnya.
“Hai anak kecil! Berani sekali kamu datang ke sini!” bentak orang itu.
“Memangnya kenapa, apakah tidak boleh?” sahut Aldo.
“Dasar anak sok berani!” orang itu kembali membentaknya.
“Jangan anggap anak kecil itu penakut!” sahutnya.
Orang berkumis tebal itu tampak marah sekali. Aldo telah bersiap-siap untuk berlari kencang. Dalam hatinya, sebenarnya masih takut, menghadapi orang itu. Dia sengaja mengulur-ngulur waktu. Dia berharap pak dalang dan Usro akan datang ke sana. Tiba-tiba terdengar seseorang mengetuk pintu rumah itu. Aldo bernapas lega. Dia dengan cepat berlari ke luar rumah sambil membuka pintu.
“syukurlah kau selamat,” kata pak Dalang itu.
Ternyata Pak Dalang itu dan Usro telah sampai di rumah itu. Mereka datang bersama dengan beberapa warga desa, yang berhasil melumpuhkan orang berkumis tebal itu.
“Terimakasih Aldo dan Usro, kalian telah menyelamatkan keris emas itu,” kata Pak Dalang itu, sambil bersalaman kepada mereka.
“Iya, sama-sama, Pak,” jawab mereka kompak.
Kemudian mereka menuju ke lapangan. Di sana pementasan wayang kulit akan segera dimulai. Pak Dalang itu telah bersiap-siap untuk memulai pementasan wayang kulit. Aldo dan Usro duduk di depan sehingga sangat dekat dengan posisi pak Dalang. Beberapa saat kemudian, acara pementasan wayang kulit dimulai. Semua warga desa berduyun-duyun datang ke tempat itu. Pak Dalang itu menggunakan baju tradisional, yang sangat mahir mementaskan wayang kulit. Para warga bertepuk tangan dengan meriah. Aldo dan Usro juga tampak gembira, untuk menonton pementasan wayang kulit itu.
Penulis : Anton Sucipto, SP.
Tulisannya dimuat oleh media cetak dan online.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar