Oleh : Irma Ibrahim
Tia berusia 5 tahun, cantik, lincah dan pintar. Sabtu itu ibu mengajaknya ke pesta perkawinan anak dari temannya.
"Tia, ayo siap siap kita ke undangan pesta"
"Siapa yang pesta ma"
"Anak teman mama, kak Sella. Kita harus cepat datang untuk terima linto baro"
"Linto Baro itu apa ma"
"Linto Baro itu penganten laki-laki, kalau Dara Baro itu penganten perempuan'
"Oh iya ma, pasti cantik ya dara baronya"
"Iya dong, pasti cantik pakai baju penganten adat Aceh. Di sana nanti juga disambut oleh tarian peumulia jame, Ranub lam puan"
" Ya ma, pasti seru ya, banyak makanan juga, kan ma ?"
"Ya seru dong, kamu kok Ingat makanan sih, ya tentu banyak makanan khas Aceh dan yang lainnya."
"Oke mama, Tia siap-siap dulu ya ma"
Tak lama kemudian Tia sudah siap dengan baju yang sudah ditentukan oleh mamanya. Mama dan ayahnya juga sudah rapi dengan seragam couple warna yang lagi tren saat ini.
"Ayo kita berangkat, jangan telat nanti" kata ayah
sambil menuju mobil yang sudah mengkilap.
Tiba di rumah hajatan, terlihat dara baro sudah siap dengan pakaian adat Aceh yang sangat megah. Penari dari sanggarpun sudah siap menunggu sambil memegang puan masing-masing yang berisi sirih.
Tia terkagum melihat dara baro yang sangat cantik, menggunakan baju hitam berhias asesoris keemasan penuh di baju dan di kepala, "waw,.......cantiknya kak Shela" bergumam pelan sambil memegang dadanya.
Lalu dia melihat sekelompok penari duduk di belakang dara baro, karena linto belum datang.
Rasa penasaran Tia pun muncul, ingin tahu apa yang ada di dalam puan penari. Dia berjalan pelan-pelan mendekati penari, lalu dipegangnya puan, " apa adek cantik" penari yang dipegang puannya, bertanya. Tia pun mulai berkomunikasi.
"Apa ini kak"
"Sirih dek"
"Untuk apa sirihnya"
"Nanti dikasih untuk linto dan rombongannya'"
"Untuk apa dikasih"
"Untuk menghormati tamunya'"
"Kenapa hormatnya pakai sirih" Tia heran
Semua penari tertawa mendengar pertanyaan Tia.
"Ini adat Aceh, memuliakan tamu dengan menyuguhkan sirih kepada mereka"
"Oh....." Tia masih bingung
Tiba -tiba suara MC mengumumkan
"Perhatian bapak ibu, rombongan linto sudah tiba, tokoh adat penerima linto dan penari agar bersiap siap.
Lalu penari menyampaikan kepada Tia,
"Bentar dek ya, kakak mau siap-siap untuk menari."
"Ya kak"
Tia berlari kepada ibunya dan memperhatikan proses adat terima linto, yang paling menarik baginya adalah tarian Ranup lam puan yang diiringi surunee kalee dan Rapai musik tradisional Aceh,
Sampai saat dinantikan yaitu ketika penari memberi sirih kepada linto dan rombongan, lalu dia juga kaget tiba-tiba linto memberi amplop berisi uang kepada penari." kok ada amplop?" tanya Tia dalam hatinya.
Suasana pesta semakin sibuk. Proses adat berjalan lancar. Semua meja hidangan dikerumuni para undangan. Antrian panjang di setiap meja. Giliran Tia dan ibunya mengambil makanan. Ada kuah Beulangong, Rendang, keumamah, gado-gado dan lainnya. Setelah mengambil makanan Tia memilih tempat duduk yang masih kosong, tersisa dua. Tia langsung lari menghampiri kursi, "cepat ma, nanti kursinya diduduki orang"
"Ya, Tia.." kata mamanya
Sambil makan Tia mulai ngoceh dan ingin tahu masakan yang dimakannya.
"Ini masakan apa ma.."
"Ini kuah Beulangong, masakan daging khas Aceh yang selalu ada di setiap acara kenduri"
"Kalau ini Rendang ya ma.."
"Ya, rendang makanan khas Padang yang sudah menjadi makanan Nasional, kalo keumamah ikan yang dikeringkan juga khas Aceh, nah gado-gado juga makanan sayuran khas Indonesia, ada di setiap daerah, ayo makan terus yang habis ya.."
Iya ma.
Setelah makan dan mencicipi snack lainnya, merekapun bersiap siap untuk salaman dengan penganten.
"Mama...salamannya antri lagi ya? capek dong ma." Tia memelas.
"Kita memang harus antri, biar tertib, sabar ya.? Kalau tidak antri berdesak jadinya, Tia harus sabar dan belajar untuk antri,"
'Ya mama..."
Ketika salaman dengan penganti , Tia sangat senang, apalagi pengantinnya ngajak foto, Tia langsung berdiri bersama mama dan ayahnya. Fotograferpun berseru "ayo senyum adek cantik,". Dengan senang hati Tiapun tersenyum manis. Lalu turun dan langsung pulang.
Sampai di rumah, Tia tidak sabar bercerita apa yang dilihatnya tadi
"Mama, tadi Tia lihat penarinya cantik cantik ya? Mereka memberikan sirih kepada linto dan orang lainnya, kenapa sirih ma, kenapa tidak kue? kan enak dimakan"
"Dari zaman dulu orang Aceh memuliakan tamunya dengan menyuguhkan sirih. Sekarang dilestarikan sebagai salah satu adat Aceh. "
"Lalu kenapa penarinya dikasih amplop ?"
"Oh, itu sebenarnya dalam adat Aceh tidak ada kasih amplop atau uang kepada penari, karena tarian itu adalah untuk penyambutan tamu atau memuliakan tamu, mengapa harus kasih uang"
"Tapi Tia sering liat mereka dikasih amplop ma'
"Nah.., itu bermula terjadi karena pernah tamu atau pejabat yang datang disambut oleh anak-anak yang menari, karena pejabatnya senang, maka dikasih uang agar anak-anak yang menari itu semangat dan bahagia, sehingga itu menjadi kebiasaan, sedangkan dalam adat Aceh tidak demikian".
"Oh.. gitu ma ya, Mama..! Tia ingin belajar menari, boleh ma...?"
"Boleh dong, mama juga dulu menari" kata mama sambil tersenyum membayangkan masa lalu juga sebagai penari.
"Ma..,mama, "
"Eh, iya" mama sedikit terkejut dari lamunannya.
"Dimana Tia belajar nari ?"
'serius anak mama mau belajar nari..?"
"Iya, serius dong ma"
" Banyak sanggar nari di sini, nanti mama daftarkan ya ?"
"Iya ma, betul ma ya ?
Esoknya mama Tia mendaftarkan Tia ke salah satu sanggar terdekat dari rumahnya, Tia sangat senang menjadi salah satu anggota di sanggar tari tersebut.
setiap pulang dari sanggar. Tia selalu praktik sendiri di rumah, "aduh...senangnya jadi penari"
"Iya ma, kata guru sanggar Tia, kalau rajin belajar nari dan bagus akan ikut lomba ke Jakarta"
"Oh ya, mama dulu menari sampai ke Jakarta dan bahkan ke luar negri'
'wah..., Tia juga mau seperti mama'
"Rajin belajar dan latihan ya anak mama cantik"
"Ya mama cantik juga." Mereka tertawa bahagia sambil berpelukan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar