Pages

Awal Kehidupan, Anak Saleh



Oleh Muhamad Kamil Al Faruq

Kelas VI SDIT Nurul Islah Banda Aceh


Anak Lelaki Saleh, tidak berharap dicintai ,tapi bagaimana  dapat terus mencintai..


Bagian ke dua 


***

Hari sabtu pukul 06 pagi, Juli 2023,

seperti biasa setelah salat subuh, aku menuju ke kamar umma. “umma, jadi nanti Pukul 9 ya, bismillah aku siap umma”, ujarku menyakinkan diri. Bulu kudukku meremang seketika. Ada hembusan angin dingin menghampiri. Jujur aku sangat ketakutan. Waktuku tinggal 3 jam lagi ke depan, aku akan dieksekusi.


Aku anak laki-laki, pantang mundur sebelum bertempur.

 

Memasuki kamar eksekusi, aku dihadapkan dengan dua orang berpakaian putih layaknya malaikat maut pencabut nyawa. Tapi mereka bukan malaikat maut, mereka manusia sejati yang akan melakukan tindakan eksekusi terhadapku.

 

“Hmmm bisa kita bicara?” ujarku kepada salah seorang berseragam putih dan lebih senior.

 

“Ada apa Bang Faruq?” ujarnya seraya tersenyum. Dadaku seketika bergemuruh ibaratnya gelombang ombak cepat,. Ya Allah, sungguh senyumnya membuatku ingin lari dan melompat ke dalam gua di Bukit Tsur nun jauh di sana. Umma menepuk bahuku dan memintaku untuk menjawab sosok berpakaian putih tadi.

 

Aku tidak menjawab pertanyaan tadi dan kembali bertanya “aku akan dieksekusi dengan metode yang mana?”

Electroda cutter”, ujarnya. Benakku langsung terhubung dengan dimensi lain di luar angkasa, tebaran elektroda pada tubuh seekor anjing bernama Laika, yang direkrut ilmuwan Uni Soviet dalam program luar angkasa, kegiatan penelitian yang sadis menurutku. Sistem elektroda pada makhluk hidup yang dibiarkan hingga titik nol dan mengakibatkan kematian pada Laika di luar angkasa.


Benakku kembali berperang dengan pertanyaan, “Apakah dengan gabungan pemotong elektroda aku akan dieksekusi nantinya?  Bagaimana nantinya jika elektroda macet di saat pekerjaan belum selesai dan mencapai titik nol, hal apa yang akan terjadi padaku?”

 

Jangan coba bayangkan kondisiku, jelas saja, kedua tangan dan kakiku mulai turun suhunya mendekati 0 derajat celcius, dingin. Jangan juga bertanya bagaimana raut wajah gantengku saat itu.  Jelas darah tidak mampu terpompa lagi.   Aku menjadi pucat pasi.


Hanya saja tekadku masih setinggi puncak gunung tertinggi. “Aku anak sulung, anak laki-laki, harus menjadi tonggak tinggi sebagai pelindung keluarga


Dengan sedikit negoisasi yang alot, aku berhasil meyakinkan mereka agar mengizinkan umma untuk ikut serta dalam ruangan eksekusi. Umma memandang ke arahku.  Dari sorot matanya aku menangkap satu kalimat “hebat, sudah mulai memupuk bakatmu sebagai diplomat”. Diriku hanya bisa tersenyum miris, “maaf umma aku sebenarnya sangat ketakutan”.


Waktu berjalan nyaris 20 menit, kedua orang bepakaian putih agak kesal menatapku. Aku diminta naik ke meja eksekusi, ditemani umma yang mengengam tanganku. Ketika akan dimulai, aku tiba-tiba kembali berdiri dan menyatakan minta waktu kembali, jujur aku belum siap. Sebuah tawaran bius total akan diberikan  jika eksekusi tetap dilaksanakan. Aku tidak peduli, sudah kukatakan aku minta waktu, karena nyawaku menjadi urusanku.

 

Sambil berjalan dengan santai, aku membuka pintu ruang eksekusi, meninggalkan dua orang berpakaian putih tadi yang tentunya sangat kesal,. Aba terkejut, “gak jadi ya?”tanyanya sedikit heran.

Umma nongol dari belakang seraya berujar..”anak aba tuh, tolong urus, malu umma”.

“umma, aba, please kasih waktu, kita bicara”

 

“Bukan saatnya Faruq”, ujar umma dengan muka merah seperti kepiting rebus. Bahaya ini kalau dibiarkan, sebentar lagi aku bisa dicapitnya. 


Akhirnya aku bersedia masuk kembali ke ruang eksekusi setelah nyaris satu jam di luar dan membiarkan anak seusiaku masuk terlebih dulu. Sambil tersenyum anak tadi mengacungkan jempol selamat berjuang kepadaku. Aku hanya bisa meringis, “’kamu menang sobat”.

 

Akhirnya eksekusi berjalan, mataku menangkap alat yang bernama electroda cutter menjepit bagian tengah tubuhku. Sosok berpakaian putih yang kusebut “om dokter” memperlihatkan bagian tubuhku yang sudah terpotong dalam hitungan detik. Elektroda cutter bertugas dengan baik. Proses selanjutnya adalah menjahit bagian yang terbuka. Jujur sebenarnya proses  ini tidak sakit, hanya saja aku ketakutan setiap melihat jarum dan benang seakan berkejaran menjahit bagian lukaku. Sehingga tanpa sadar aku berteriak “ om tolong om, kasihkan waktu 1 detik saya untuk istirahat”. Tapi proses eksekusi terus berlangsung, kali ini negoisasi yang kulakukan gagal.

 

Setelah proses eksekusi dinyatakan selesai, aku bernapas lega.

“oke Bang Faruq, kita akan observasi 15 menit” ujar om dokter. Perawat berpakaian putih membantuku untuk duduk dan mengantar ke ruang observasi.

Aku mencoba berjalan, alhamdulillah tidak terasa sakit, barangkali efek bius. Aba tersenyum menyambutku seraya berujar “inilah awal kehidupan seorang laki-laki ketika selesai disunat”. Tepat 20 menit aku memasuki mobil untuk pulang ke rumah.

 

***

 

Dalam perjalanan pulang aku memesan nasi Padang sebagai lauk untuk siang ini. Kulahap nasi dengan perasaan gembira dan menelan 2 butir obat yang kuyakini nantinya obat ini akan meredakan nyeriku setelah bius tidak lagi bekerja.

Kembali masuk ke kamarku, seraya kuamati hasil eksekusi tadi. Terlihat ada sedikit benang, iseng kurapikan, tapi ternyata justru membuat keadaan menjadi fatal.

Benang tercabut dari area eksekusi, darah mengalir dengan deras..

 

Setengah berteriak aku memanggil aba dan umma … Seperti layaknya kuda pacuan, aba mengendarai mobil dengan kecepatan sangat tinggi menuju tempat eksekusi, darah mengalir dengan deras.

Setiba di sana, perawat sudah berdiri menantiku dan Kembali aku dibawa ke ruang eksekusi. Kali ini aku berhasil membuat aba dan umma ikut masuk ke ruang eksekusi.

 

Aku menyadari umma takut darah, tetapi aku juga lebih takut. Saat ini aku sedikit egois karena aku membutuhkan umma di sampingku.

 

“Aku tidak ingin mati, cita-citaku masih tinggi”, “umma aba tolong panggil misyik,abusyik, nek nong dan nek gam”, . Aku lupa nek gam telah berpulang dua tahun yang lalu, sehingga dengan cepat aku ralat.  “nek gam jangan datang, jangan jemput Faruq”, ujarku sambal berteriak.

Area tempat benang tadi terlihat membengkak , darah memenuhi meja eksekusi.

Kembali sebuah suntikan diberikan.  Mereka mulai bekerja membongkar dan memperbaiki Kembali. Aku berteriak sekuat-kuatnya, “umma maaf, teriakku dengan kencang, aku masih mau hidup”

Lirih umma berseru “diam nak, diam, tekanan tangismu membuat darah akan terus mengucur, tenang nak dan berdoalah”…


Aku pun berusaha tenang setelah umma memancing dengan awalan surah An Naba, surat pertama pada juz 30. Tanpa kusadari ibuku tertidur lemas di sisi kepalaku, seperti layaknya orang pingsan. Observasi pasca eksekusi berjalan lebih lama, 2 jam. Ada rasa menyesal mengapa rasa ingin tahuku terlalu besar, tetapi nasi telah menjadi bubur dan saatnya menjadikan bubur ayam alias mengambil pelajarannya.

Syukurnya kali ini aku tidak bertemu om dokter dengan elektroda cutter, cukup dengan perawat saja.Hanya Ketika kontrol 3 hari ke depannya beliau hadir dan menyatakan semuanya baik-baik saja.

 

***

Hari ini pagi senin 17 Juli, pagi yang sangat aku nantikan. Hari pertama bersekolah setelah 3 minggu libur dan 1 minggu melewati hari-hari dalam kecemasan pasca eksekusi. Dengan berseragam putih dan mulut tersenyum, menandai awal kehidupanku sebagai lelaki “menjelang dewasa” baru dimulai. Masih kuingat nasehat aba “salat di masjid, bertanggung jawab, rajin bersih-bersih” hampir setiap waktu didengungkan hingga aku hafal.


Sesampai di sekolah nanti aku akan menceritakan serunya pengalaman sunatku, serunya awal kehidupan baruku. Aku akan mensugesti temanku agar segera mungkin masuk dalam “kehidupan baru”.

Beberapa cara sudah kusiapkan agar mereka tidak panik. Beberapa cara yang harus dikerjakan seperti, jangan mempercayai seramnya proses eksekusi karena harusnya tidak sakit, bersabar hingga sembuh. Simpan dulu rasa ingin tahu dengan tidak memegang area eksekusi sampai dinyatakan sembuh. Siapkan mental, tidak perlu menangis karena setelahnya engkau akan merasakan tabunganmu akan bertambah dengan kehadiran sanak keluarga dan tentunya jangan lupa berdoa pagi siang dan malam.


Selamat menikmati penantian awal kehidupan buat para sahabat yang sedang menunggu giliran, maafkan aku jika sekarang kita berbeda, aku telah memasuki area lelaki menjelang dewasa.


DF3B8E25-03BB-4367-A1B5-EFE09680FA85.png

Lahir di kota Bogor pada tanggal 02 Juni 2012 sebagai anak sulung, dengan dua adik, perempuan dan laki. Namaku Muhammad Kamil Al Faruq.   Saat ini aku tercatat sebagai siswa kelas 6C SDIT Nurul Ishlah. Kelas paling keren ini terdiri dari siswa laki-laki semua. Punya hobby membaca dan memasak, masakan pertamaku adalah ayam bakar Bali, sukses dibuat saat aku kelas 3 Sekolah Dasar dan setelahnya aku dijuluki chef. Aku juga memiliki hobby bernasyid, kerap terpilih menjadi vokalis. Tulisan ini adalah naskah asliku yang pertama dan belum diterbitkan dimanapun. Semoga bermanfaat bagi semua.

 

 

Majalahanakcerdas.com

Majalah Anak Cerdas,

1 komentar:

  1. Kereeen Cut bg Kamil telah berhasil bercerita tentang pengalaman Khitannya...
    Siap menjadi contoh teladan untuk adik2nya..

    BalasHapus