Pages

Kisah Gajah Bermata Kecil



 

Oleh Dewi Ayu Larasati, SS, M.Hum

Berdomisili di Medan, Sumatra Utara


Pada zaman dahulu, gajah adalah raja dari segala binatang. Tidak ada binatang lain yang bisa mengalahkannya. Badak saja kalah bergumul dengan gajah. Ia terguling ke air lalu tidak berani naik ke darat lagi. Jadilah ia badak air yang senantiasa berendam. 

Harimau pun tewas berkelahi dengan gajah. Baru harimau hendak menyerang, gajah mendahului. Belalai gajah pun melilit kepala harimau. Harimau lalu melarikan diri karena ketakutan lalu bersembunyi di dalam gua. 

Singa juga kalah bergumul dengan gajah. Ketika singa hendak menerkam, gading gajah yang tajam pun melukai singa duluan. Sejak saat itu, singa memelihara rambut hingga panjang supaya dapat menutup luka di lehernya. 

Kini tak ada satupun binatang yang berani melawan gajah yang gagah itu. Semua tunduk kepada gajah. Gajah pun menjadi sombong. 

“Oooooiiiii! Sekarang akulah raja di rimba ini. Tak ada satu binatang pun yang bisa mengalahkanku! Semuanya bisa kukalahkan dengan mudah! Akulah binatang yang paling hebat” seru gajah dengan sombongnya. 

Sejak saat itu, gajah pun selalu menunjukkan kegagahan dan kekuatannya. Ia sering menyerang binatang-binatang kecil. Semua binatang-binatang itu akan lari tunggang langgang karena takut ditusuk dengan taringnya yang tajam. 

“Oooooiiiiii! Semua binatang lari melihatku!” kata gajah sambil tertawa. “Aku akan terus bergelar si Raja Rimba!” teriaknya bangga. 

Satu demi satu binatang-binatang lain menjauhkan diri dari gajah. Gajah pun akhirnya dikucilkan.  

Pada suatu hari gajah pergi ke pinggir hutan. Ia sampai di sebuah perkampungan penduduk. Kawasan kampung itu lalu dirusaknya. Padahal makanan gajah banyak tersedia di dalam hutan itu. 

“Binatang apa yang merusak tempat kita ini?” tanya Pak Batin selaku pemimpin di kampung itu. 

Anak buah Pak Batin lalu berdiri mengelilinginya. Semuanya membawa senjata. Ada yang membawa lembing. Ada yang membawa sumpitan. 

“Pak Batin, gajahlah yang merusak semua ini,” jawab anak buah Pak Batin.

“Baiklah, kita hajar dia,” kata Pak Batin.

Anak buah Pak Batin pun mengikuti Pak Batin. Mereka membelah pohon bambu. Batang bambu itu pun dibuat tajam seperti tombak. 

Pak Batin lalu membuat perangkap. Di ujung tombak bambu yang tajam dibubuhnya pucuk-pucuk kayu. Pucuk kayu itu berdaun muda. Tombak bambu itu menyerupai pucuk kayu yang sebenarnya.

Gajah tertarik melihat pucuk-pucuk berdaun muda. Hati gajah kegirangan. Gajah mengangkat belalai hendak mengambil daun muda. Namun ketika ia tunduk, matanya tertusuk bambu. Kedua-dua biji matanya yang besar terkeluar. Gajah pun kehilangan kedua biji matanya. 

Gajah kesakitan lalu lari ke dalam hutan. Ia menjerit-jerit meminta bantuan. 

“Ooooooiiiii! Tolonglah aku!” teriak gajah tetapi semua binatang di rimba tidak mau menolong gajah yang sombong dan ganas itu. Mereka mendiamkan diri walaupun gajah menjerit-jerit kesakitan. Mereka masih ingat akan perbuatan gajah yang zalim kepada mereka. 

Gajah berjalan perlahan-lahan sambil menahan kesakitan. Ketika itu, ada seekor raja cacing. Ia sedang duduk santai.

“Jangan pijak aku!” jerit raja cacing. Gajah tidak jadi menapak. Ia menarik kaki di hadapannya.

“Adakah tuan hamba dalam kesusahan?” tanya raja cacing. 

“Benar, hamba hilang kedua biji mata,” jawab gajah. 

“Bukankah tuanku adalah raja segala penduduk hutan ini?” tanya cacing keheranan. 

“Benar, tapi mereka tidak percaya kepada saya lagi”, jawab gajah. 

“Mengapa begitu?” tanya raja cacing. 

“Saya tidak berusaha melindungi mereka,” jawab gajah. 

“Apa yang boleh saya tolong?” tanya cacing lagi. 

“Bagaimana saya bisa hidup dengan tidak ada mata?” tanya gajah.

Raja cacing merasa kasihan. Ia lalu mendermakan matanya kepada gajah. 

Setelah mendermakan matanya kepada raja rimba itu, cacing pun kembali ke dalam tanah sambil berkata kepada anaknya, “Jika kita mempunyai kelebihan, gunakanlah kelebihan itu dengan bijaksana.”

Sejak saat itu, gajah dapat melihat seperti sediakala karena masih ada binatang lain yang bersimpati dengan nasibnya. Namun, gajah yang berbadan besar dan gagah itu kini mempunyai mata yang kecil karena mata itu adalah milik cacing pada asalnya.

Sebaliknya, sejak saat itu cacing tidak mempunyai mata karena telah mendermakan matanya ke gajah.  

 

*Cerita ini disadur dari cerita rakyat Malaysia berjudul “The Elephant Has Small Eyes”

 

 

 

 

 

Majalahanakcerdas.com

Majalah Anak Cerdas,

Tidak ada komentar:

Posting Komentar