Pages

Umang dan Kepi Belajar Bersyukur



Oleh: Karunia Sylviany Sambas

 

Umang Kelomang tinggal di Pantai Perjuangan, Batubara, Sumatera Utara. Hari ini wajahnya terlihat sangat muram. Ia menyusuri pasir pantai dengan langkah lesu.

            “Andai aku punya rumah tetap,” gumamnya lirih. “Aku tidak perlu terus berpindah seperti ini.”

            Saat itu Kepi Kepah mendengar gumaman Umang.  

            “Aku malah iri padamu yang terus berpindah rumah,” ujar Kepi sambil mendekati Umang.

            “Sedangkan aku akan tetap tinggal di rumah ini sepanjang hidupku,” tambahnya. 

            Sejak hari itu Umang dan Kepi berteman akrab. Kepi dengan sabar menemani Umang mencari rumah baru. Setiap tubuh Umang membesar, ia juga butuh rumah yang lebih besar. Rumah Umang adalah cangkang siput yang sudah kosong.

            Hari ini Umang dan Kepi bertemu Bu Piti Kepiting. Bu Piti sedang dalam perjalanan menuju suatu tempat. Ia membawa banyak buku di atas punggung.

            “Hai Umang .. Hai Kepi .. apa kalian sedang tidak sibuk?” tanya Bu Piti ramah.

            “Mari ikut denganku,” ajaknya kemudian.

            Umang dan Kepi segera ikut. Mereka membantu Bu Piti membawa buku-buku.

            “Untuk apa buku-buku sebanyak ini, Bu?” tanya Umang penasaran. 

            Bu Piti hanya tersenyum. 

            “Kalian akan segera tahu. Sebentar lagi kita sampai,” jawabnya. 

            Ternyata Bu Piti mengajak Umang dan Kepi ke sebuah posko pengungsian. Di sana sudah ada Ruru Rusa, Kiki Kelinci, dan Ray Murai.

            “Tanah longsor menimbun tempat tinggal kami,” cerita Ruru sedih.

            “Kami sudah tidak punya rumah lagi,” tambah Kiki Kelinci. 

“Banjir bahkan membawa semua persediaan wortelku.” 

            “Sarangku terbawa angin besar,” Ray menimpali. 

            Suasana di posko terlihat sangat memprihatinkan. Mereka bertahan dengan sandang pangan hasil sumbangan. 

            Bu Piti meminta Umang dan Kepi menurunkan buku-buku dari punggung mereka.  

            “Ibu bawakan buku-buku ini agar selama di posko kalian bisa tetap belajar,” kata Bu Piti bijak. 

“Kita tidak boleh menyalahkan keadaan, tapi berusahalah tetap bersyukur dengan apa yang kita punya sekarang,” nasihat Bu Piti.  

            Ruru, Kiki dan Ray berebutan mengambil buku yang disodorkan Bu Piti. Ada buku cerita dan buku pelajaran. Wajah mereka terlihat sangat ceria. 

            “Terima kasih, Bu Piti,” ucap mereka serempak. 

            Umang dan Kepi jadi teringat dengan keluhan mereka. Ternyata di tempat lain malah ada yang tidak memiliki tempat tinggal. Umang dan Kepi merasa sangat malu dengan sikap mereka selama ini.   

            “Nanti kami ikut membantu kalian membuat rumah baru, ya,” tawar Umang dan disambut anggukan oleh Kepi.

            Semua yang mendengar menjadi terharu. (***) 




 

 

Biodata Penulis

            Karunia Sylviany Sambas. Senang membaca sejak usia dini dan mulai belajar menulis cerita anak sejak kelas 2 SD. Oktober 2014 tulisan cerita anaknya yang berjudul “Melati dan Kalung untuk Sang Putri” tayang untuk pertama kali di media. 

Beberapa karya pemilik rumah maya Rekam Jejak Sang Pemimpi ini pernah dimuat di Harian Analisa Medan, Harian Kompas, Harian Kedaulatan Rakyat, Harian Padang Ekspres, Harian Solopos, Harian Radar Bojonegoro, Harian Lampung Post Minggu, Harian Satelit Post, Harian Merapi, Harian Radar Sampit, Harian Rakyat Sumbar, Majalah Ummi, Majalah SOCA, Majalah Potret Anak Cerdas, Story Teenlit Magazine, Majalah JOe Fiksi, Majalah Reader's Digest Indonesia. 

 

Majalahanakcerdas.com

Majalah Anak Cerdas,

Tidak ada komentar:

Posting Komentar