Oleh : Rahman Bangun
Guru PAUD dan TPQ di Malang. Jasa Timur
Abdurrahman Bin Auf adalah seorang sahabat Rasulullah yang kaya raya. Ia adalah saudagar kenamaan di Mekkah yang ikut berhijrah ke Madinah. Karena mahirnya berdagang, seolah-olah apa yang dipegang tangan Abdurrahman bin Auf bisa berubah menjadi emas. Apakah ia bahagia menjadi orang kaya?
Suatu hari Abdurrahman bin Auf mendengarkan Rasulullah bersabda,
“Orang yang kaya akan lebih lama menjalani perhitungan amal dibanding orang yang miskin. Dan sungguh saya bersama orang-orang fakir dan miskin.”
Mendengar hal itu, Abdurrahman merasa sedih.
“Bagaimana caranya ya agar harta benda yang saya miliki habis dan tak bersisa?” katanya dalam hati.
Hingga ia berdoa kepada Allah, “Ya Allah jadikanlah hambaMu ini orang yang miskin. Agar kelak bisa selalu bersama Rasulullah.”
Abdurrahman bin Auf bukanlah orang yang menjadi kaya karena pelit. Dalam kehidupannya, Abdurrahman bin Auf senantiasa membelanjakan hartanya dijalan Allah. Tidak sayang menginfakkan hartanya dalam jumlah banyak. Diantaranya untuk membiayai perjuangan dakwah Islam. Jumlah harta yang dikeluarkan tidak main-main. Sangat besar. Pernah ia menginfakkan hartanya saat Perang Tabuk sebesar 200 uqiyah emas. Setara dengan 6400 gram.
Ia juga menginfakkan hartanya untuk para pejuang Perang Badar yang berjumlah 100 orang. Masing-masing mendapatkan 400 dinar. Dengan diinfakkan ternyata hartanya tidak semakin habis. Tapi semakin berlipat ganda.
Setelah Perang Tabuk, tumbuhan kurma siap panen yang ditinggalkan berperang oleh para sahabat menjadi busuk dan harganya anjlok. Berita itu sampai kepada Abdurrahman bin Auf.
“Nah ini saatnya aku bisa menjadi miskin,” pikirnya.
Maka ia pun membuat pengumuman.
“Wahai penduduk kota Madinah. Siapa saja yang buah kurmanya busuk, jangan khawatir. Datanglah padaku. Aku akan membelinya dengan harga kurma normal.”
Kemudian warga Madinah berbondong-bondong menjual kurmanya kepada Abdurrahman bi Auf.
Abdurrahman merasa lega. Hartanya habis untuk membeli kurma busuk. Ia pun bersyukur kepada Allah, “Alhamdulillah Ya Allah. Engkau telah mengabulkan doaku. Aku telah menjadi miskin”
Para sahabat juga bersyukur. Kurma yang dikhawatirkan tidak laku, diborong semua oleh Abdurrahman bin Auf.
Kebahagiaan Abdurrahman bin Auf tak berlangsung lama. Datanglah seorang utusan dari negeri Yaman ke Madinah.
Utusan itu segera membuat pengumuan ke seluruh penjuru Madinah.
“Barangsiapa yang mempunyai kurma bususk, kami akan membelinya,” begitu isi pengumuman.
Penduduk Madinah langsung memberitahukan kepada utusan dari Yaman.
“Segeralah pergi ke rumah Abdurrahman bin Auf. Di sanalah tempat kurma busuk yang engkau cari.”
Tanpa berpikir panjang utusan Raja Yaman mendatangi rumah Abdurrahman bin Auf.
“Wahai Abdurrahman, Engkaukah pemilik kurma busuk itu?” tanya utusan raja.
“Betul, ada apa?” jawab Abdurrahman.
“Kami datang dari negeri Yaman. Di negeri kami sedang terserang wabah penyakit aneh,” utusan raja memulai penjelasannya.
“Lalu apa yang bisa aku bantu?” tanya Abdurrahman.
“Menurut para dokter, penyakit ini akan sembuh jika diobati dengan kurma busuk,” jawab utusan raja.
Abdurrahman sangat kaget. Matanya terbelalak.
“Ehm …Oh jangan khawatir. Kami akan membelinya sepuluh kali lipat dari harga kurma yang normal, Wahai Abdurrahman,” kata utusan kemudian. Ia mengira Abdurrhaman keberatan dengan maksudnya.
Akhirnya Abdurrahman pun melepas kurma busuknya. Ia mengijinkan utusan Raja Yaman untuk membelinya. Ia mendapat harga sepuluh kali lipat. Abdurrahman gagal menjadi miskin. Dengan kurma busuknya ia menjadi semakin kaya raya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar