Pages

Syekh Abdurrauf; Mufti Agung Kerajaan Aceh Darussalam Berasal Dari Singkil


dok.Acehtrend


Oleh : Sadri Ondang Jaya, S.Pd

Kalian pasti sudah tahu, siapa ulama yang sangat terkenal di Aceh. Bahkan tersohor sampai ke seantero dunia? 
Ya, beliau adalah Syekh Abdurrauf al-Singkili. Beliau dilahirkan di Suro, Aceh Singkil pada tahun 1001 H atau 1592 M.
Syekh Abdurrauf  terkenal, bukan saja karena memiliki ilmu yang luas dan berkharisma. Tetapi, Syekh Abdurrauf telah berhasil menjadi mufti agung dan qadhi Malik al-‘Adil di kerajaan Aceh Darussalam.  Beliau juga, sebagai guru besar sekaligus pimpinan pesantern  di Kampung Syiah Kuala, Pelanggahan, Banda Aceh.
Semasa kecil, Abdurrauf sangat cerdas. Banyak ilmu-ilmu Islam yang  dikuasainya. Ilmu ini diperolehnya dari ketekunan belajar pada ayahnya Ali Fansuri di  pesantern Suro, Aceh Singkil.
Ketika usia Syekh Abdurrauf beranjak lima belas tahun, ayahnya menyampaikan. “Anakku, sekarang usiamu sudah remaja. Ilmu pokok-pokok keislaman telah ayah ajarkan dan telah engkau kuasai dengan mantap. Nah, sekarang tibalah saatnya engkau memperdalam ilmu-ilmu itu ke pesantern pamanmu, Hamzah Fansuri di kampung Oboh. Bagaimana pendapatmu,” Tanya sang ayah.
“Wah, saya setuju ayah,” ucap Syekh Abdurrauf senang. Lantas beberapa hari kemudian, Syekh Abdurrauf kecil pun dengan girang berangkat menaiki perahu menyelusuri perairan Singkil. Yaitu, melalui sungai Lae Cinendang, Simpang Kanan hingga sungai Lae Soraya, Simpang Kiri.
          Orangtuanya melepaskan kepergian anak satu-satunya dengan perasaan sedih dan linangan air mata. Namun,  mereka ikhlas. Karena menuntut ilmu itu wajib hukumnya.
Sesampai di  Oboh, Syekh Abdurrauf disambut pamannya dengan suka cita. “Selamat datang wahai Ananda. Alhamdulillah, ternyata engkau sudah remaja. Insya Allah di sini paman akan menggembleng dan mengajarkan berbagai ilmu agama kepadamu,” ucap Hamzah Fansuri sembari memeluk erat keponaannya. Lalu Syekh Abdurrauf menyahut, “Insya Allah, saya siap Paman.“
 Di pesantern Suro, Abdurrauf melanjutkan pelajarannya. Beliau  menperdalam bahasa Arab, ilmu fikih, ilmu tasauf dan ilmu-ilmu lainnya.
Belajar ke Samudera Pasai 
 Setelah tamat dan meraih ijazah, pamannya berkata, “Alhamdulillah, sekarang berbagai ilmu telah Engkau kuasai. Tapi, Engkau tak boleh puas. Menuntut ilmu itu ibarat minum air laut semakin diminum semakin haus. Jadi, Paman dan ayahmu sudah sepakat akan  mengirim Ananda belanjar ke pesantern Samudera Pase.”
  Syekh Abdurrauf pun berangkat ke Samudera Pase, tepatnya di pesantern Geudong,  Aceh Utara. 
Di  Geudong tersebut, lagi-lagi Abdurrauf menimbah ilmu sebanyak-banyaknya. Beliau belajar dengan sungguh-sungguh dan tekun  pada gurunya Syamsuddin Sumaterany hingga beberapa tahun lamanya.
“Engkau sangat hebat, cerdas, dan punya talenta. Ilmu yang saya ajarkan cepat sekali kaupahami. Insya Allah, kelak kau akan menjadi ulama tersohor dan menjadi pemimpin di negeri ini. Dari Itu lanjutkan pelajaranmu. Cari ilmu sebanyak-banyaknya pada guru-guru yang alim.” ucap Syamsuddin suatu ketika dengan bangga.
Sehabis Syamsuddin berkata,   tidak begitu lama, Syamsuddin Sumaterany pun diangkat menjadi Mufti oleh Iskandar Muda di Kerajaan Aceh Darussalam.
 Hal ini,  membuat proses belajar mengajar antara Syekh Abdurauf dengan Syamsuddin Sumaterany   terputus.
 Tidak lama kemudian, dengan restu orangtua dan guru-gurunya, Syekh Abdurrauf, hijrah ke negara Timur Tengah dan melanjutkan pendidikan di sana. 
Syekh Abdurrauf belajar di Timur Tengah selama 19 tahun pada 27 orang guru besar, 15 orang di antara adalah ahli tarikat. Dari sekian banyak guru Syekh Abdurrauf, termasuklah di antaranya, Syekh Nuruddin Ar-Raniry, guru besar yang sangat mencintai Aceh. 
Merasa ilmunya sudah agak memadai, Syekh Abdurrauf  pulang  ke Aceh. Setiba di Aceh, beliau mendatangi istana guna menghadap Seri Ratu Syafiyahtuddin yang ketika itu berkuasa di kerajaan Aceh Darussalam. 
Begitu jumpa, Abdurrauf mengutarakan maksud kedatangannya. “Baginda Ratu,  Guru saya  Syekh Syamsuddin Sumaterany, mengamanahkan pada saya  agar saya menjumpai Baginda  Ratu. Ada apa gerangan? ucap Syekh Abdurrauf pada Sang ratu dengan penuh takzim dan sopan santun yang tinggi.
“Alhamdulillah, Selamat datang kembali ke Aceh,” ujar seri ratu. Kemudian dilanjutkannya, “Memang sebelum Syekh Syamsuddin Sumaterany berangkat ke Makkah, beliau berpesan pada saya dan Majelis Tinggi Kerajaan. Orang yang paling tepat menggantikan beliau sebagai mufti  adalah Anda. Karena itu, pihak kerajaan sudah sepakat akan mengangkat Anda sebagai Mufti di kerajaan ini. Namun sebelumnya, tolonglah Anda buat risalah jalan keluar terhadap berbagai persoalan yang terjadi di tengah-tengah masyarakat ,” ucap Sang seri ratu dengan tegas dan berwibawah.
Setelah merenung sejenak, Syekh Abdurrauf menyahut, “Untuk jadi petinggi kerajaan, Maaf kan hamba Ratu. Hamba belum siap. Hamba mau berdakwah dulu. Tentang risalah, Insya Allah akan hamba buatkan Baginda. Tetapi sebelumnya izinkanlah hamba berkeliling-keliling Aceh. Hamba akan mengamati dan melihat fakta kehidupan dan berbagai persolan-persoalan masyarakat. Kemudian, saya pulang kampung ke Suro sebentar,  berziarah ke pusara almarhum ayah bunda saya dan mengunjungi kaum keluarga di Singkil.”
“Baiklah, setelah itu Anda menghadap saya kembali,” imbuh Seri Ratu Syafiyahtuddin lagi.
Setelah mendapat restu dari ratu, Syekh Abdurrauf pun mengembara mengelilingi Aceh.
 Dalam perjalanannya, beliau menyaksikan kehidupan rakyat yang morat-marit. Krisis moral dan akhlak meraja lela, ajaran Islam banyak yang diabaikan. Pekerjaan maksiat seperti bermain judi, menyabung binatang, minum tuak, meracun orang dan perbuatan zalim  lainnya berkembang subur dalam masyarakat. Ini membuat masyarakat kacau balau.
Dalam pengembaraannya,  Syekh Abdurrauf sempat  menyamar menjadi tabib, pawang pukat, dan  rakyat biasa. Sehingga beliau mudah bergaul dengan siapa saja termasuk para petinggi-petinggi negeri. Ini dimaksudkan agar Syekh Abdurrauf mudah menanamkan ajaran Islam pada masyarakat.
Dalam waktu singkat, dakwah yang dilancarkan Syekh Abdurrauf membuahkan hasil. Banyak rakyat yang sadar dan insyaf. Suasana rakyat yang dulu kacau, tidak tertib, berangsur-angsur  menjadi tenang dan damai.
Kemudian rakyat berbondong-bondong mendatangi  Syekh Abdurrauf guna menutut ilmu, berobat, dan bertanya berbagai persoalan hidup padanya.
Hal ini membuat Syekh Abdurrauf menjadi terkenal sebagai seorang pawang yang keramat dan tabib yang mahir.
 Kemahiran dan kepiawaian Syekh Abdurrauf ini juga terdengar sampai ke telinga seri ratu dan menjadi bahan pembicaraan di kalangan Keraton kerajaan.
Akhirnya, melalui kurir kerajaan, Seri Ratu Nurul Alam Naqiyatuddin memanggil Syekh Abdurrauf untuk datang ke istana dan menghadap ratu. 
Abdurrauf datang, saat itulah Seri Ratu menyampaikan,” Majelis Kerajaan telah sepakat menganggkat Syekh Abdurrauf menjadi Mufti Agung dan qadhi Malik al-adil di kerajaan. Karena ini amanah, terimalah. “
Mendengar pengangkatan itu, Syekh Abdurrauf bertafakur. Mohon petunjuk dan hidayah dari Allah. Walaupun pengangkatan ini telah diduganya dari semula. Dalam hatinya timbul tekad ingin mengabdikan seluruh ilmunya kepada kerajaan.
“Baik, Insya Allah titah ratu akan hamba jalan dengan baik dan amanah. “ ucap Syekh Abdurrauf dengan tegas.
Semasa menjadi Mufti Agung dan qadhi Malik al-adil itulah Syek Abdurrauf menyampaikan  risalah (konsepsi) tentang cara menyelesaikan pertentangan rakyat, ketatanegaraan, dan hubungan kedudukan  dan fungsi pemimpin. Juga persoalan masyarakat lainnya dengan pendekatan ilmu Islam.
Syekh Abdurrauf, menjadi mufti agung dan qadhi Malik al-Adil di Kerajaan Aceh Darussalam sampai berusia lanjut. Tidak lama beliau meletakkan jabatan, pada tanggal 23 Syawal 1106 H atau 1695, beliau pun berpulang keramatullah. Jenazahnya dimakamkan di komplek pesanternnya Kuala Aceh, Pelanggahan, Banda Aceh. Karena itu Syekh Abdurrauf disebut juga dengan lakap Syiah kuala. Syiah Kuala ini kemudian dijadikan nama sebuah universitas terkenal di Aceh.**
Sadri Ondang Jaya, S.Pd
Guru di Aceh Singkil
Tulisan ini ditalang kembalt dari Majalah Anak Cerdas edis 5

Majalahanakcerdas.com

Majalah Anak Cerdas,

Tidak ada komentar:

Posting Komentar