Pages

Silakan Dibeli, Harga Tentukan Sendiri!



Karya: Rosi Meilani
Berdomisili di Worcester, Inggris


Saat berusia delapan tahun, Muhammad yang yatim piatu tinggal bersama pamannya, Abu Talib. Pada usia 12 tahun, untuk pertama kalinya Abu Talib mengajak Muhammad untuk berdagang ke Negeri Syam. Dari pamannya itu, Muhammad belajar berdagang.

Muhammad tumbuh menjadi pemuda yang gagah, amanah dan pandai berdagang. Untuk kedua kalinya Muhammad berdagang ke Negeri Syam. Membawa barang dagangan Khadijah. Seorang bangsawan Quraisy yang kaya raya.

Barang dagangan Khadijah tidak hanya dibawa oleh Muhammad saja. Tapi juga oleh beberapa pedagang lainnya. Rombongan tersebut melakukan perjalanan jauh dari Mekah ke Syam. Melewati padang pasir yang tandus. Panas dan melelahkan. Berhari-hari.

Sesampainya di Syam, mereka mengelar dagangannya. Berupa: kain, perhiasan, wewangian, rempah, kurma dan masih banyak lagi.

"Ayo, silakan dibeli. Barang kualitas bagus. Baru datang dari Mekah."

"Silakan dipilih sesuka hati, tuan-tuan." Begitulah para pedagang itu berujar.

"Wahai pedagang, saya ambil perhiasan, kain dan wewangian ini. Semuanya jadi berapa?" tanya seorang pembeli.

"Tujuh dirham, tuan." balasnya.

"Bolehkah aku menawar?" tanya si pembeli.

"Tidak, tuan. Silakan tuan bandingkan dengan pedagang lainnya. Kebetulan kami membawa barang yang sama. Jadi harganya pasti sama," jelasnya.

"Ya sudah." tuan itupun memberikan keping dirham kemudian berkeliling pasar untuk melihat-lihat barang dagangan lainnya. Lalu ia bertemu dengan adik dan temannya yang sama-sama membawa bungkusan belanja. Ia pun bertanya.

"Wahai adik dan temanku! kalian dapat apa?"

"Lihat, aku membeli semua ini untuk istriku!" ujar teman Tuan Fulan.

"Wah, ternyata kita membeli barang yang sama. Berapa harganya?" lanjutnya.

"Tujuh dirham."

Tuan Fulan pun mengangguk. Harga yang sama, pikirnya dalam hati.

"Nah, sekarang, apa yang kau beli, adikku?" ucap Tuan Fulan.

Ia pun membuka bungkusan. Ternyata, ketiganya mendapati barang yang sama.

"Semua ini seharga tujuh dirham juga, kan?" tanya keduanya.

"Tidak," jawabnya. Mendengar jawaban itu, kakak dan temannya keheranan.

"Loh, katanya semua pedagang menetapkan harga yang sama?"

"Lebih mahal, atau lebih murah?" selidik temannya.

"Ehm, bisa dibilang murah. Sangat murah. Bisa juga dibilang lebih mahal."

"Maksudmu,?" si kakak mengaruk kepala tak gatal.

"Jangan bikin kami bingung!" sergah temannya, "Ayo jelaskan kepada kami!"

"Jadi begini, ketika selesai memilih barang yang akan kubeli, pedagang itu menyebutkan harga pokok barang dagangannya. Yaitu harga dasar yang diberikan saudagar kaya dari Mekah itu. Lalu, ia memberikan keleluasaan harga kepadaku. Ia mau menerima berapa pun keuntungan dari setiap barang dagangannya," jelasnya.

"Wah, pedagang yang aneh. Lalu, kamu membayarnya berapa?"

"Sebetulnya, harga pokok barang yang kita beli ini harganya hampir enam dirham. Tapi aku berpikir, betapa sulitnya usaha yang mereka lalukan ketika membawa barang-barang dagangan tersebut dari Mekah ke Negeri Syam. Melewati gurun pasir yang panas. Berhari-hari, melelahkan. Belum lagi resiko dijegal perompak. Jadi aku mengeluarkan sembilan dirham untuk semua ini," terang si adik yang terkenal dermawan.

"Oh, begitu kah?" sergah keduanya.

"Berarti kamu membayar lebih mahal dari kami?" ujar Tuan Fulan.

"Memang benar. Tapi aku senang membayar lebih mahal dari harga yang kalian bayar. Aku suka perangai pedagang itu. Betapa ia seorang pedagang yang jujur. Membebaskan pembeli menentukan harganya sendiri. Mungkin ia tahu, setiap pembeli mempunyai kemampuan ekonomi yang berbeda. Jadi tidak ada pembeli yang diberatkan. Pembeli pun senang.

"Hmm, aku jadi tertarik pada pedagang itu. Kebetulan masih banyak barang yang akan kubeli," ucap Tuan Fulan, "Adikku, tunjukan padaku, mana lapaknya,?"

"Itu! di seberang sana!" si adik yang terkenal dermawan itu menunjuk ke seberang jalan. "Pedagang itu bernama Muhammad. Orangnya baik dan ramah."

Bergegaslah Tuan Fulan dan temannya menghampiri lapak dagangan Muhammad.

Meski Muhammad tidak menentukan harga, memberikan keleluasaan harga kepada pembeli, namun barang dagangan Muhammad laku keras. Keuntungan yang beliau peroleh pun lebih besar dari teman-teman pedagang lainnya. Hal itupun yang membuat Muhammad disayangi oleh Khadijah.

Majalahanakcerdas.com

Majalah Anak Cerdas,

Tidak ada komentar:

Posting Komentar