Karya: Shadiq Anshori
Kelas VI SD Islam Terpadu Nurul Ilmi, Deli Serdang, Sumatera Utara
Hi sahabat Majalah Anak Cerdas, namaku Shadiq Anshori. Aku berasal dari Medan. Lebaran tahun lalu, keluarga ku tidak pulang kampung, tetapi aku bersama ayah dan bunda melakukan perjalanan wisata yang sangat menyenangkan. Sudah lama aku ingin mengunjungi daerah ini, namun baru lebaran tahun ini kesampaian. Daerah tujuan kami adalah Aceh! Sahabat Anak Cerdas, dengar ceritaku ya
Hari selasa siang, tanggal 29 Juli 2014/2 Syawal 1435 H, kami berangkat menuju Banda Aceh. Selama perjalanan kami, banyak berhenti di SPBU dan Masjid untuk istirahat, sholat dan makan. Kami baru sampai di Banda Aceh pada hari Rabu, tanggal 30 Juli sekitar pukul 09.00 WIB. Kami langsung menuju rumah teman ayah, pak Tabrani. Di sana, kami mandi dan istirahat sebentar, kemudian mulai mengunjungi tempat-tempat wisata di Kota Banda Aceh. Kami ditemani bang Helmi untuk memandu perjalanan ini.
Tujuan pertama adalah Museum Tsunami Aceh. Saat kami masuk, ada jalan/lorong agak gelap dan berair ,yang seolah-olah suasana tsunami. Dari lorong gelap itu kami masuk ke ruangan yang memajang nama-nama korban tsunami yang meninggal. Suasana ruangan sedikit seram dan mengharukan. Terdapat pula sebuah cerobong tinggi yang di puncaknya terdapat tulisan ALLAH dan 2 ekor kelelawar terbang kesana-kemari.
Dari ruangan tersebut, selanjutnya kami memutar dan melewati sebuah jembatan menuju lantai atas. Kami masuk ke ruang GALERY tsunami yang memajang foto-foto peristiwa tsunami. Salah satunya sebuah jam yang menjadi saksi mati menunjukkan waktu terjadinya tsunami. Selain foto-foto, juga banyak dipajang miniature peristiwa tsunami dan barang-barang sisa tsunami seperti Kereta ( sepeda motor), sepeda, dan helicopter polisi.
Dari Museum Tsunami, perjalanan kami selanjutnya yang tidak boleh dilewatkan adalah mengunjungi Masjid Raya Baiturrahman. Kami menunaikan shalat Ashar sekaligus Dzuhur. Setelah berkeliling dan berfoto di sekitar Masjid Raya, kami melanjutkan perjalanan ke Ule Lheue. Di sini, kami melihat Masjid Baiturrahim, satu-satunya bangunan yang selamat dari terjangan Tsunami di daerah tersebut, karena bangunan lainnya rata dengan tanah.
Hari menjelang sore, kami menuju Pelabuhan Ulee Lheue untuk melihat jadwal keberangkatan kapal menuju Sabang. Ternyata semua kapal sudah berangkat dan kami memutuskan untuk kembali besok pagi-pagi.
Meski sudah sore, tetapi perjalanan kami masih berlanjut. Tujuannya adalah desa Lamphuuk, salah satu desa yang juga rata disapu Tsunami. Kami menikmati pemandangan pantai Lamphuuk sebentar dan setelah itu menuju Masjid Baiturrahman Lamphuuk untuk shalat Maghrib. Kebesaran Allah juga ditunjukkan dari Masjid ini, seluruh bangunan di desa Lamphuuk hancur tak tersisa, namun Masjid Baiturrahman masih berdiri tegak meski sebagian tiangnya roboh. Di dalam bangunan Masjid kami dapat melihat sisa kerusakan tsunami dan foto-foto yang dibatasi dengan dinding kaca.
Perjalanan hari pertama kamipun selesai dan kami kembali ke rumah pak Tabrani untuk istirahat.
Hari kedua tanggal 31 Juli, setelah shalat Subuh, kami memulai perjalanan wisata kembali. Rencananya kami akan ke pulau Weh, namun batal karena padatnya kendaraan yang akan menyeberang. Kami mengalihkan perjalanan menuju situs tsunami yang tidak kalah hebatnya, yaitu PLTD Apung di Gampong Punge Blang Cut. Kapal seberat 2600 ton terseret gelombang tsunami sejauh 5 Km ke daratan. Sekitar 2 jam di PLTD Apung, selanjutnya perjalanan kami teruskan untuk melihat Kapal Nelayan di atas rumah di Gampong Lampulo. Cerita tentang peristiwa tsunami dan nama-nama korban meninggal di Gampong Lampulo tertulis di Galery yang tertutup kaca.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar