Oleh Fara Dila Sari
12 + 8 = 22, 26-16 = 10. Dan 12+a=14, a=2. Hmm.. coba anda tebak untuk usia berapakah pelajaran matematika tersebut? Mungkin banyak yang menjawab usia 7-8 tahun. Tapi bagaimana jika jawaban yang saya maksud untuk anak usia taman kanak – kanak? Apa yang anda pikirkan? Apakah anda merasa ini kejam atau sebaliknya? Saya tidak tahu jawaban anda, karena pandangan hidup tiap orang berbeda-beda dalam tiap hal, walaupun dalam tiap hal tersebut sudah ada standar tertentu.
Ini memang rumit, karena pada dasarnya anak pada usia 0-6 tahun (golden age) yakni di masa keemasan ini merupakan masa pembentukan karakter anak. Keluarga, guru dan lingkungan sangat berpengaruh pada masa ini. Di masa usia ini anak dapat menangkap dan menyerap informasi dengan cepat dan berpengaruh pada perkembangannya. Orang tua mana yang tidak ingin anaknya bisa mengenal huruf, bahkan membaca pada masa Taman Kanak-Kanak. Sehingga Banyak sekali orang tua yang memanfaatkan moment ini untuk memperkenalkan Calistung pada anak, bahkan lebih dari Calistung yang sebagaimana mestinya.
Beberapa teman saya sependapat bahwa materi Calistung (baca tulis hitung) “Haram” untuk anak PAUD dan TK, apalagi untuk tingkat soal di atas. Mungkin mereka akan memberikan julukan di atas level haram. Mereka berkomentar demikian karena memang ada teori yang hampir demikian.
Ketika saya mengawali karir saya sebagai guru di salah satu sekolah PAUD TK ternama di kota ini, tidak terlintas di pikiran saya akan soal seperti di atas untuk anak TK. Karena saya sendiri bisa membaca dan menulis pada usia 7 tahun. Tapi ketika pihak Dinas Pendidikan setempat mengeluarkan pernyataan bahwa salah satu persyaratan untuk masuk Sekolah Dasar (SD) adalah menguasai calistung, otomatis mayoritas orang tua berharap banyak kepada guru agar anaknya bisa memenuhi persyaratan, dan agar dapat lulus di sekolah favorite. Tanpa memedulikan dampak di balik harapan mereka.
Apa dampak di balik harapan tersebut? Salah satunya berdasarkan sebuah teori menjelaskan bahwa ketika kita terlalu mengasah fungsi otak kiri pada periode golden age pada anak, maka anak akan memiliki kepribadian yang pemberontak, dan lebih cepat bosan ketika belajar di Sekolah Dasar(SD). Saya rasa ini dampak yang paling populer di kalangan masyarakat kita.
Di sinilah saya mulai tertantang untuk lebih berhati-hati dalam mendidik anak pada periode golden age. Ketika anak didik saya memiliki perkembangan yang luar biasa, tentu saja menuai pro dan kontra. Banyak yang bangga dan kagum akan perkembangan anak TK, di sekolah tempat saya mengajar dan juga sebaliknya. Saya tidak bercerita tentang mereka yang bangga akan perkembangan anak-anak itu. Bagaimana dengan mereka yang menganggap praktek ini kejam? Karena sebagian dari mereka tidak tahu dengan metode belajar yang kami kembangan untuk anak yakni metode Fun and Smart learning, dimana cara belajar ini membuat anak-anak menikmati suasana belajar di sekolah. Mereka tidak tahu bagaimana kami membuat anak-anak nyaman ketika di sekolah. Mungkin butuh sebuah buku untuk menceritakan metode belajar tersebut.
Ya memang di luar negeri pada periode golden age, anak-anak di sana benar-benar dilatih secara total fungsi dari otak kanan. Bisa dibilang anak-anak di sana mengenal calistung pada kelas tiga SD, tentu saja hal itu berkaitan dengan kebijakan pihak yang berwenang setempat yang tidak mengharuskan anak pada periode golden age mengenal calistung. Jujur saya sendiri sangat setuju dengan kebijakan tersebut, tapi apa yang bisa kita perbuat karena di sini sudah ada kebijakan yang bertolak belakang seperti kebijakan di luar negeri.
Kesimpulannya adalah sekolah nomor satu adalah rumah. Jadi, buat para orang tua jangan takut ketika anak anda menguasai calistung dengan baik. Jangan takut suatu saat anak anda akan seperti dampak yang saya sebutkan tadi, karena jika kita sebagai orang tua memberikan memberikan contoh dalam bersikap yang baik, Insya Allah anak juga akan seperti orang tuanya. Yang penting, selektiflah dalam memilih sekolah untuk anak anda, karena selain lingkungan di rumah, guru dan lingkungan sekolah juga berpengaruh dalam perkembangan anak anda.
12 + 8 = 22, 26-16 = 10. Dan 12+a=14, a=2. Hmm.. coba anda tebak untuk usia berapakah pelajaran matematika tersebut? Mungkin banyak yang menjawab usia 7-8 tahun. Tapi bagaimana jika jawaban yang saya maksud untuk anak usia taman kanak – kanak? Apa yang anda pikirkan? Apakah anda merasa ini kejam atau sebaliknya? Saya tidak tahu jawaban anda, karena pandangan hidup tiap orang berbeda-beda dalam tiap hal, walaupun dalam tiap hal tersebut sudah ada standar tertentu.
Ini memang rumit, karena pada dasarnya anak pada usia 0-6 tahun (golden age) yakni di masa keemasan ini merupakan masa pembentukan karakter anak. Keluarga, guru dan lingkungan sangat berpengaruh pada masa ini. Di masa usia ini anak dapat menangkap dan menyerap informasi dengan cepat dan berpengaruh pada perkembangannya. Orang tua mana yang tidak ingin anaknya bisa mengenal huruf, bahkan membaca pada masa Taman Kanak-Kanak. Sehingga Banyak sekali orang tua yang memanfaatkan moment ini untuk memperkenalkan Calistung pada anak, bahkan lebih dari Calistung yang sebagaimana mestinya.
Beberapa teman saya sependapat bahwa materi Calistung (baca tulis hitung) “Haram” untuk anak PAUD dan TK, apalagi untuk tingkat soal di atas. Mungkin mereka akan memberikan julukan di atas level haram. Mereka berkomentar demikian karena memang ada teori yang hampir demikian.
Ketika saya mengawali karir saya sebagai guru di salah satu sekolah PAUD TK ternama di kota ini, tidak terlintas di pikiran saya akan soal seperti di atas untuk anak TK. Karena saya sendiri bisa membaca dan menulis pada usia 7 tahun. Tapi ketika pihak Dinas Pendidikan setempat mengeluarkan pernyataan bahwa salah satu persyaratan untuk masuk Sekolah Dasar (SD) adalah menguasai calistung, otomatis mayoritas orang tua berharap banyak kepada guru agar anaknya bisa memenuhi persyaratan, dan agar dapat lulus di sekolah favorite. Tanpa memedulikan dampak di balik harapan mereka.
Apa dampak di balik harapan tersebut? Salah satunya berdasarkan sebuah teori menjelaskan bahwa ketika kita terlalu mengasah fungsi otak kiri pada periode golden age pada anak, maka anak akan memiliki kepribadian yang pemberontak, dan lebih cepat bosan ketika belajar di Sekolah Dasar(SD). Saya rasa ini dampak yang paling populer di kalangan masyarakat kita.
Di sinilah saya mulai tertantang untuk lebih berhati-hati dalam mendidik anak pada periode golden age. Ketika anak didik saya memiliki perkembangan yang luar biasa, tentu saja menuai pro dan kontra. Banyak yang bangga dan kagum akan perkembangan anak TK, di sekolah tempat saya mengajar dan juga sebaliknya. Saya tidak bercerita tentang mereka yang bangga akan perkembangan anak-anak itu. Bagaimana dengan mereka yang menganggap praktek ini kejam? Karena sebagian dari mereka tidak tahu dengan metode belajar yang kami kembangan untuk anak yakni metode Fun and Smart learning, dimana cara belajar ini membuat anak-anak menikmati suasana belajar di sekolah. Mereka tidak tahu bagaimana kami membuat anak-anak nyaman ketika di sekolah. Mungkin butuh sebuah buku untuk menceritakan metode belajar tersebut.
Ya memang di luar negeri pada periode golden age, anak-anak di sana benar-benar dilatih secara total fungsi dari otak kanan. Bisa dibilang anak-anak di sana mengenal calistung pada kelas tiga SD, tentu saja hal itu berkaitan dengan kebijakan pihak yang berwenang setempat yang tidak mengharuskan anak pada periode golden age mengenal calistung. Jujur saya sendiri sangat setuju dengan kebijakan tersebut, tapi apa yang bisa kita perbuat karena di sini sudah ada kebijakan yang bertolak belakang seperti kebijakan di luar negeri.
Kesimpulannya adalah sekolah nomor satu adalah rumah. Jadi, buat para orang tua jangan takut ketika anak anda menguasai calistung dengan baik. Jangan takut suatu saat anak anda akan seperti dampak yang saya sebutkan tadi, karena jika kita sebagai orang tua memberikan memberikan contoh dalam bersikap yang baik, Insya Allah anak juga akan seperti orang tuanya. Yang penting, selektiflah dalam memilih sekolah untuk anak anda, karena selain lingkungan di rumah, guru dan lingkungan sekolah juga berpengaruh dalam perkembangan anak anda.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar