ROBOHNYA DAYAH KAMI



Oleh Delia Rawanita


Tidak ada satu orangpun  menginginkan bencana.  Namun hujan yang terus menerus menjadikan keadaan kurang nyaman dan tergenang air. Syukurlah para Ustad selalu hadir, sehingga proses pembelajaran tidak terganggu.  Apalagi minggu ke dua, bulan Desember jadwal  ujian semister, setelah itu libur panjang, para santri dibolehkan neninggalkan Dayah dan pulang ke rumah masing masing. 

Oh ya. Letak Dayah kami  agak jauh dari kota, namun masih di tengah pemukiman. Suasana  nyaman dikelilingi sawah ladang dan sungai yang mengalir jernih. Sehingga tempat ini juga dijadikan tempat wisata oleh pemerintah setempat. Jika hari libur,  masyarakat luar ramai berkunjung menikmati sejuknya air dengan pemandangan alam.

Siapa sangka sungai  dengan air jernih mengalir  di sela bebatuan  pagi ini, berubah garang. Air menjadi keruh, deras dan semakin menggila.

Gelagat yang akan terjadi nampak mengkhawatirkan,  Para pengajar di Dayah mengambil sikap.

" Ayo, semua  santri untuk sementara kita mengungsi ke gedung utama"  kata Ustad hati hati agar santri tidak panik.

" Bagaimana ini, bang" kata Iqbal khawatir. Iqbal adalah salah satu santri baru yang berasal dari luar daerah.

" Insya Allah, aman" jawab bang Rizki membesarkan hati.

Para santri pun mulai memindahkan semua  perlengkapan masing masing dan saling bahu membahu. Tak ada yang berbicara, hanya hati terus berzikir  

" Kita serahkan pada Allah" kata Ustad Rahmat. Beliau paham dengan perasaan santri kemudian mengajak siswa masuk ke Mushalla  lalu memimpin doa bersama

Menjelang siang  Dayah mulai tergenang luapan air sungai, hujan terus menerus membuat tanah di pinggiran sungai tergerus dan melebar hingga mencapai bangunan. Kayu gelondongan entah dari mana asalnya tiba tiba datang bagai air bah, menghantam gedung.

Ya Rab,  di bawah hujan terlihat bangunan  Dayah  tempat menuntut ilmu mulai condong ke arah sungai. Detik berikutnya Dayah semakin miring dan " Buum"   bangunan itu roboh dan terbawa air lalu hilang. 

Entah bagaimana cara menggambarkan perasaan , namun rasa pasrah terhadap apa yang terjadi pasti semua atas izin Allah. Kami menangis tanpa suara, hanya deraian airmata pengobat luka.

" Semoga Allah ganti dengan yang lebih baik" kata ustad Rahmat 

" Aamiin " sahut para santri terisak.


Banda Aceh, 18 12 25

0/Post a Comment/Comments

Iklan