Mencari Makna Bencana Nasional

 


Oleh Tabrani Yunis


Menjelang waktu salat Isya, langit di luar rumah mulai gelap. Di ruang tengah, tiga bersaudara—Nayla, Aqila, dan Arisya—sedang duduk rapi dengan buku-buku pelajaran di depan mereka.


“Ayo, anak-anak, siapkan pelajaran untuk besok,” kata Ayah sambil tersenyum dari balik pintu kamar.


Nayla, si sulung yang duduk di kelas VI SD, membuka buku sejarahnya. Aqila, adik tengah yang duduk di kelas IV, mulai membaca tentang geografi. Sementara Arisya, si bungsu yang baru kelas II, sedang membaca buku Pendidikan Kewarganegaraan bergambar.


Biasanya, setelah belajar, Ayah akan meminta mereka menceritakan apa yang sudah dipelajari. Tapi malam ini, sebelum Ayah sempat bertanya, Arisya mengangkat tangan dan bertanya duluan.


“Eh, Kak Nayla, Kak Aqila… aku mau tanya!” serunya penasaran.


“Apa, Dek?” jawab Nayla sambil menoleh.


“Apa sih syarat berdirinya sebuah negara?”


Aqila langsung menjawab dengan semangat, “Pertama, harus ada wilayah. Kedua, ada rakyat. Ketiga, ada pemerintahan yang berdaulat. Dan keempat, ada pengakuan dari negara lain.”


“Ooo…” Arisya mengangguk-angguk. Tapi wajahnya masih tampak penasaran. “Kalau begitu, negara itu harus punya rakyat, ya? Kalau nggak ada rakyat, nggak bisa jadi negara dong?”


“Betul,” jawab Aqila.


Arisya lalu bertanya lagi, “Tapi… kalau banyak rakyatnya meninggal karena bencana, seperti di Sumatra Utara, Sumatra Barat, dan Aceh… yang katanya lebih dari seribu orang meninggal, apakah negara kita bisa tetap berdiri?”


Nayla terdiam sejenak. Pertanyaan itu cukup sulit. Tapi ia mencoba menjawab dengan hati-hati.


“Memang rakyat itu penting, Dek. Tapi yang meninggal itu hanya sebagian kecil dari seluruh rakyat Indonesia. Kita masih punya ratusan juta rakyat lainnya. Jadi negara kita tetap berdiri.”


Arisya mengangguk pelan. Tapi ia belum selesai.


“Kalau begitu, apakah kematian rakyat sebanyak itu tidak berpengaruh pada negara?”


Aqila menjawab dengan serius, “Tentu berpengaruh, Dek. Negara harus melindungi rakyatnya. Kalau ada bencana besar, pemerintah harus cepat membantu. Misalnya dengan menetapkan daerah itu sebagai bencana nasional.”


“Bencana nasional itu apa, Kak?” tanya Arisya lagi, matanya membulat.


Nayla tersenyum dan berkata, “Yuk, kita cari tahu lewat berita di internet. Kita bisa belajar bersama.”


Akhirnya, ketiganya duduk berdempetan di depan tablet, mencari tahu arti bencana nasional. Sambil membaca, mereka belajar bahwa sejarah bukan hanya tentang masa lalu, tapi juga tentang kejadian hari ini yang akan dikenang di masa depan. Dan biografi? Itu adalah kisah nyata orang-orang yang berjuang, termasuk para penyintas bencana.


Malam itu, belajar jadi lebih seru karena dimulai dari rasa ingin tahu.

0/Post a Comment/Comments

Iklan