![]() |
| Ilustrasi menggunakan AI |
Oleh Tabrani Yunis
Di sebuah sekolah dasar di Banda Aceh, ada empat sahabat yang selalu bersama: Yanti si bijak, Nayla si ceria, Aqila si pemberani, dan Arisya si gemar membaca. Suatu hari, saat istirahat di kelas 6, mereka duduk melingkar di bawah pohon mangga sambil berbincang serius.
“Teman-teman, kalian sadar nggak, sekarang hidup jadi makin susah?” kata Yanti sambil menghela napas. “Bencana alam yang terjadi di Aceh, Sumatera Utara, dan Sumatera Barat bikin banyak orang kesulitan.”
“Iya banget,” sahut Nayla. “Tadi pagi Ibu pulang dari pasar, katanya harga cabai sekarang 300 ribu per kilo! Padahal dulu cuma 60 ribu. Ibu sampai pusing!”
“Benar,” tambah Aqila. “Aku tadi ikut Ibu antre beli gas. Tiga jam kami berdiri di bawah matahari. Gas yang biasanya 18 ribu, sekarang jadi 100 ribu! Wah, capek dan mahal sekali!”
Arisya yang sedang membaca buku ikut bergabung. “Aku juga merasakannya. Beli nasi bungkus saja sekarang harus antre panjang. Uang jajan kita jadi nggak cukup.”
Keempat sahabat itu saling berpandangan. Mereka tahu, ini bukan hanya masalah mereka saja. Banyak orang di sekitar mereka juga kesulitan.
“Seharusnya, saat bencana seperti ini, para pedagang tidak menaikkan harga barang,” kata Yanti.
“Betul,” ujar Nayla. “Orang-orang sedang susah. Mereka kehilangan rumah, pekerjaan, dan uang. Kalau harga barang naik, bagaimana mereka bisa hidup?”
“Bukankah kita diajarkan untuk saling membantu?” tanya Aqila. “Kalau ada yang punya lebih, harusnya membantu yang kekurangan, bukan malah mengambil untung.”
“Agama juga mengajarkan begitu,” tambah Arisya. “Tidak baik mengambil keuntungan dari kesusahan orang lain. Itu namanya berdagang secara culas.”
Keempat sahabat itu terdiam sejenak. Lalu Yanti bertanya, “Kalau begitu, kenapa pemerintah tidak menghentikan pedagang yang curang?”
“Entahlah,” jawab Nayla. “Katanya semua sudah diatur, tapi kenyataannya kita masih harus antre panjang dan harga tetap mahal.”
Tiba-tiba Arisya mendapat ide. “Bagaimana kalau kita menulis cerita tentang semua ini? Kita bisa kirim ke Majalah Anak Cerdas. Biar semua orang tahu, termasuk para pedagang dan pemerintah.”
“Wah, ide bagus!” seru Yanti. “Ayo kita tulis! Kita bisa jadi suara untuk orang-orang yang sedang kesusahan.”
Mereka pun bersemangat menulis. Dengan pensil dan buku catatan di tangan, mereka mulai menuangkan cerita mereka. Mereka tahu, meski masih anak-anak, suara mereka bisa membawa perubahan.
---
📝 Pesan moral: Dalam keadaan sulit, kita harus saling membantu, bukan saling memanfaatkan. Kejujuran dan kepedulian adalah kunci untuk membuat dunia menjadi tempat yang lebih baik.

Posting Komentar