Oleh Delia Rawanita
" Habis sholat zuhur, kita keluar " kata Ayah pada Haikal
" Kemana lagi, Yah" tanya Bunda gusar
" Lihat sawah " jawab Ayah singkat. Wajah Bunda nampak khawatir apalagi beberapa hari ini curah hujan cukup tinggi. Ketika melewati jembatan kami berhenti sebentar, terlihat air sungai keruh dan mulai mencapai tanggul.
" Semoga masih ada rezeki" gumam Ayah.
Sesampai di lokasi, hamparan sawah bagai lautan. Padi yang sebentar lagi akan dipanen, semuanya rusak terendam air.
" Kita tunggu panen sekali lagi ya" suara Ayah parau. Haikal paham maksud dari ucapan Ayah. Beliau pernah berjanji untuk membeli sepeda, bila panen tiba.
" Belum rezeki,Yah" jawab Haikal menghibur hati.
Di sepanjang jalan pulang, langit mendung. Ayah mengayuh sepeda dengan cepat. Air sungai sangat deras dan mulai naik melewati tanggul, meluap ke jalan.
" Banjir besar, bahaya " desisnya. Orang - orang yang tadinya berdiri di tepi sungai memantau ketinggian air, mulai berlarian menjauh. Tiba tiba Ayah membelokkan sepeda ke arah Masjid tempat Ayah dan Haikal sering melaksanakan sholat Jumat.
" Cepat turun selamatkan diri, Ayah menjemput Bunda " kata Ayah dengan suara bergetar. Dalam kebingungan dan takut Haikal masuk ke dalam masjid.
Di lantai atas mulai penuh dengan pengungsi. Dari sana Haikal melihat rumah rumah tenggelam, tumpukan kayu, ternak hanyut diterjang air
" Orang tuamu mana" tegur mak Limah tetangga depan rumah. Haikal baru paham bahwa air sungai bercampur lumpur juga telah menerjang kampungnya. Tubuhnya seketika gemetar teringat keadaan Ayah sendirian mencari Bunda.
" Ya Allah, selamatkan kedua orang tuaku " bisiknya berkali kali. Matanya nanar melihat satu persatu wajah para pengungsi.
Sampai malam tiba, dia masih menunggu namun orang tuanya entah dimana .
" Berdoa pada Allah, ya" bujuk mak Limah melihat Haikal berurai airmata
Setelah pagi, barulah terlihat pelataran jalan, rumah semua tertimbun kayu dan lumpur tebal. Syukurlah banjir lumpur hanya sampai pekarangan masjid karena letaknya di atas tanah berbukit. Ya Allah, betapa berat perjuangan mereka menyelamatkan diri di tengah air lumpur dan tumpukan kayu untuk sampai di Masjid. Semua bergelimang lumpur.
" Kampung kita tertimbun lumpur " kata Mak Limah sedih.
" Haikal mau cari Bunda" katanya pada Mak Limah.
" Jangan, Haikal masih kecil, bahaya" bujuk Mak Limah. Haikal kini pasrah, pandangan matanya tertuju ke jalan yang dipenuhi genangan lumpur. Tiba tiba terlihat seorang laki laki berjalan dengan langkah berat muncul dari lautan lumpur, tubuhnya pun berselimut lumpur. Hanya wajah yang tersisa . Haikal terpana sejenak, wajah yang dirindukan telah datang. Dia terus berlari menuruni tangga menyelinap di antara ratusan pengungsi.
" Ayah.." Haikal memeluk erat takut terpisah lagi. Keduanya menangis saling berangkulan.
⁰" Bunda mana " sejenak Ayah terdiam, dielusnya kepala Haikal dengan segenap kasih. Ayah tidak sanggup menyampaikan bahwa Bunda terjebak di dalam rumah yang dipenuhi lumpur. sambil menahan pilu Ayah berkata ,
" Bunda kita sudah diambil Allah"
Banda Aceh , 09 12 25

Posting Komentar