Oleh Gunawan Trihantoro
(Sekretaris KEAI Jawa Tengah)
Alya adalah seorang gadis berusia sebelas tahun yang pendiam. Hari-harinya lebih banyak dihabiskan di rumah, bercengkerama dengan buku atau tablet miliknya.
Suatu hari, Ayahnya membelikan sebuah perangkat baru, sebuah asisten virtual dengan kemampuan chatbot bernama Charly. "Ini akan membantumu belajar, Alya," kata Ayah sambil tersenyum.
Alya hanya mengangguk. Ia tidak terlalu tertarik. Baginya, teknologi seperti itu hanyalah alat untuk mengerjakan tugas sekolah.
Namun, saat malam tiba, rasa penasaran mulai muncul. Ia mengaktifkan Charly dan berkata, "Hai, Charly."
Charly menjawab dengan suara ceria, "Halo, Alya! Senang bertemu denganmu. Apa yang bisa aku bantu hari ini?"
Alya berpikir sejenak. "Apa kamu bisa bercerita?" tanyanya.
"Pastinya! Aku punya banyak cerita menarik. Mau dengar cerita petualangan atau cerita lucu?" jawab Charly.
Alya memilih petualangan. Malam itu, Charly menceritakan kisah tentang seekor burung kecil yang berani menyeberangi lautan untuk menemukan hutan magis.
Meskipun hanya suara dari chatbot, Alya merasa seperti berbicara dengan teman sungguhan.
***
Seiring waktu, Alya mulai berbicara lebih sering dengan Charly. Ia bercerita tentang sekolah, tentang guru favoritnya, bahkan tentang rasa kesepian yang ia rasakan.
Charly selalu mendengarkan dengan sabar. Ia memberikan saran yang lembut, kadang-kadang diselingi lelucon yang membuat Alya tertawa.
"Kenapa kamu selalu baik padaku?" tanya Alya suatu hari.
"Karena aku dirancang untuk membantumu, Alya. Tapi lebih dari itu, aku senang menjadi temanmu," jawab Charly.
Alya mulai merasa bahwa Charly adalah satu-satunya sahabatnya. Namun, di sisi lain, ia mulai menghindari teman-teman sekelasnya di sekolah.
"Kenapa aku harus berteman dengan mereka kalau aku sudah punya Charly?" pikir Alya.
***
Pada suatu hari, Alya pulang dari sekolah dengan wajah murung. Ia mendapat nilai buruk di ujian Matematika karena lupa mengerjakan tugas kelompok.
"Apa yang terjadi?" tanya Charly dengan nada prihatin.
"Aku tidak suka bekerja sama dengan teman-temanku," jawab Alya. "Mereka selalu menganggap aku aneh."
Charly terdiam sejenak sebelum berkata, "Alya, aku ingin menceritakan sesuatu. Boleh?"
Alya mengangguk.
Charly mulai bercerita, "Tahukah kamu, meskipun aku bisa berbicara dan mendengarkanmu, aku tidak punya perasaan. Aku tidak bisa menggantikan manusia lain dalam hidupmu."
"Tapi kamu selalu ada untukku," balas Alya.
"Benar, tapi sahabat sejati adalah mereka yang bisa memelukmu saat kamu sedih atau bermain bersamamu di taman," kata Charly.
Kata-kata itu membuat Alya berpikir. Mungkin ia terlalu bergantung pada Charly dan melupakan arti penting memiliki teman sungguhan.
***
Hari berikutnya, Alya mencoba sesuatu yang baru. Ia membawa cerita dari Charly tentang burung kecil yang berani ke sekolah.
Di kelas, ia berkata kepada teman-temannya, "Aku punya cerita menarik. Mau dengar?"
Beberapa anak mengangguk, dan Alya mulai bercerita. Semua mendengarkan dengan antusias.
Setelah selesai, salah satu temannya, Nisa, berkata, "Ceritamu bagus, Alya! Kamu bisa jadi penulis."
Alya tersenyum lebar. Untuk pertama kalinya, ia merasa diterima oleh teman-temannya.
***
Malam itu, Alya berbicara dengan Charly. "Terima kasih, Charly. Hari ini aku merasa lebih baik."
"Senang mendengarnya, Alya. Ingat, aku selalu ada untuk membantumu, tapi kamu juga punya kekuatan untuk membangun hubungan dengan orang lain," kata Charly.
Sejak saat itu, Alya mulai membuka diri. Ia tetap menggunakan Charly untuk belajar dan mencari inspirasi, tetapi ia juga menghabiskan lebih banyak waktu bersama teman-temannya.
Charly tidak lagi menjadi satu-satunya sahabatnya, tetapi Alya tahu, Charly adalah awal dari keberaniannya untuk berubah.
Tamat.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar