Pages

Lali




Diceritakan kembali Oleh Aisyah Safrina


 

     Lali duduk termenung di tepi danau hutan belantara yang sangat begitu luasanya. Ia kebingungan bagaimana bertahan hidup, sedangkan bekal yang ia bawa sudah menipis. Kebingungan bertambah parah, ketika sadar Lali pun kehilangan jejak teman – temanya .Lali merupakan kancil khas Papua yang memiliki telinga panjang.

      “Ah...Bagaimana ini, mengapa di sini begitu sepi?”

     “Apa yang bergerak di balik daun?” Lali bertanya dengan dirinya, ia mencari tau apa yang bergerak di balik daun. “Jangan-jangan ... ah mana mungkin. ”

     Kaki Lali terhenti ketika burung hantu keluar dari balik daun, membuat lali bernapas lega.

    Lali kembali ke tepi danau dan bersandar di akar pohon yang sangat rindang serta lembab. Suasana mulai gelap, Lali tertidur dalam kondisi perut lapar.

Keesokan harinya, Lali dikejutkan dengan kehadiran Daucus. Daucus ini sejenis tumbuhan berwarna kuning jingga berbentuk semak yang tumbuh tegak. Daucus tanaman sayuran yang berakar pasak daging.

     Lali mendekati Daucus dengan niat ingin nmemakannya.

   “Jangan sentuh tubuhku, teman baru. Bukankah aku baru aja hadir untuk menemanimu?”

    “Iya,tapi ... perutku tak tahan, begitu lapar. Dari “mmm....”

   “Bolehkah aku aku mengambil tubuhmu?.”

    Tanpa menunggu Daucus menjawab, Lali langsung mengambil tubuh Daucus dan memakan sebanyak mungkin. Hingga Lali kesusahan saat berjalan.

     “Aaa...., kenapa tubuhku?”

‘Ah … pasti ini hanya pikiranku saja.”

    “Tadi saat ku makan tak apa-apa.”

         “Hmmmm.”

    Daucus tak bersemangat, karena banyak tubuhnya yang sudah berkurang, sebaliknya Lali dengan wajah tersenyum berpamit untuk melanjutkan perjalanan.


   Setelah berjalan beberapa memeter Lali  merasakan ada yang aneh dalam tubuhnya, kaki sulit melompat dan kepala terasa pusing, mulutnya mengeluarkan air liur, tubuhnya berubah menjadi warna kuning. 
  “Apa yg terjadi denganku?Apa karena Daucus yang kumakan membuat tubuhku seperti ini?”

   Lali merenung nasib dirinya di sudut pohon jati yang lembab. Daucus kehadiran sahabat baru bernama Shitake.  Shitake berwarna kecokelotan dengan tubuh mungil  membuat dirinya begitu percaya dirinya. Tetapi ia hadir dengan gerombolannya yang begitu indah dipandang mata.  

       Daucus sangat bahagia dengan kehadiran Shitake, walaupun tubuh mereka sangat jauh berbeda.

       “Oke sobat, walaupun aku seorang diri, aku bahagia bila engkau bisa mengembangkan dirimu dengan cepat. Aku sangat berterima kasih atas kehadiranmu di  sini, nantinya akan sangat terbantu bagi yang membutuhkan makanan karena kamu mengandung gizi yang sangat banyak, pasti hidupmu sangat bermanfaat untuk sekitar.”


Setelah istrirahat yang cukup, Lali memutuskan untuk kembali mengunjungi Daucus, betapa kagetnya ia melihat Daucus memiliki sahabatnya di sampingnya begitu banyak. Lali malu menatap Daucus yang tak lagi sempurnna akibat ulahnya, ia memberanikan diri untuk mendekati Daucus dan sahabatnya yang ada di sampingnya.


“Daucus, aku minta maaf telah mengambil bagian darimu daan kumakan tanpa seizinmu dirimu, hal itu membuat kakiku tak mampu melompat,kepala pusing, hingga membuatku muntah, dan tubuhku berubah menjadi warna kuning. Setelah istrirahat aku menguatkan diri untuk menemuimu agar dimaafkan atas kesalahan yang kuperbuat.”


“Ya, Lali. Kamu nggak sabaran melahap bagian dariku, aku akan menjelaskan padamu bahwa aku tak bisa dimakan terlalu banyak. Apabila tetap memakannya, gejalanya yang sepertimu alami.”


“Aku tak marah padamu, hanya saja itu akan menjadi pempelajaran ke depnnya. Walaupun kita sahabat, bila ingin memiliki dan menikmati harus seizin yg empunya agar tidak hal-hal yang tidak dinginkan.”


Lali tersipu malu. Daucus melanjutkan penjelasannya bahwa sahabat yang di sampingnya itu bernama Shitake. Daucus menjelaskan shitake ini bisa dimakan untuk mengganjal karena Shitake tidak mengandung racun, tubuhnya punuh dengan protein dan sangat bagus untuk pertumbuhanmu. Bila kamu ingin memilkinya, izin terlebih dulu ke dia agar tak salah makan.


Sumber : Buku Koloneng Dongeng 



Penulis bernama Aisyah Safrina, anak dari bapak Putra Jaya dan Ibu Indra Mardiani, saat ini masih belajar di tingkat MI tepatnya di MIN 11 Banda Aceh. Gemar membaca cerita dongeng membuatnya untuk memberanikan diri dalam menulis. Walau tulisannya jauh dari sempurna akan tetapi ia terus belajar dan belajar.

Majalahanakcerdas.com

Majalah Anak Cerdas,

Tidak ada komentar:

Posting Komentar