Pages

Janji Khaidar



Oleh Teni Ganjar Badruzzaman

Berdomisili di Kecamatan Kutawaringin, Kabupaten Bandung, Jawa Barat.

 

Siang hari, Khaidar merajuk di kamar. Ibu menyuruhnya menyimak kembali video pembelajaran yang dikirim Bu guru agar Khaidar benar-benar paham. Ibu juga menyuruhnya mencatat materi-materi pelajaran di video itu, agar mudah saat akan menghafal. Namun, Khaidar kesal. Bocah kelas lima SD itu merasa malas untuk melakukan perintah sang ibu. Ia pikir, menyimak video pembelajaran satu kali saja sudah cukup. Akhirnya tadi pagi, terjadilah perdebatan antara Khaidar dan ibunya.

"Khaidar, makan siang dulu," panggil ibu dari luar kamar.

"Enggak mau!" Khaidar masih marah.

Ibu pun menghela napas panjang, dan pergi dari depan kamar.

"Loh, mana Khaidar, Bu?" tanya ayah yang lebih dulu berada di ruang makan.

Ibu pun menceritakan semuanya pada ayah.

"Ya sudah, biarkan saja, Bu. Kalau maunya seperti itu. Nanti juga dia sadar sendiri." Ayah menenangkan ibu yang terlihat sangat kesal.

Hingga malam hari, Khaidar masih belum mau keluar dari kamar. Ia pun tertidur dalam keadaan lapar.

Keesokan harinya, ibu mendapat kabar bahwa kakek terkena serangan jantung dan dilarikan ke IGD. Ibu dan ayah harus segera menyusul ke rumah sakit. Namun, Khaidar tidak boleh ikut. Kata ayah, terlalu berisiko membawa anak-anak ke rumah sakit di musim pandemi seperti sekarang ini.

"Kamu berani 'kan sendirian di rumah?" Ayah menepuk bahu anak lelakinya itu. "Ibu dan ayah enggak akan lama, kok. Insya Allah sebelum Zuhur sudah pulang."

Khaidar mengangguk, lalu tersenyum.

"Baik-baik di rumah," kata ibu. Khaidar hanya mengacungkan kedua jempolnya. Setelah ayah dan ibu pergi, Khaidar melompat-lompat kegirangan. Khaidar merasa bebas melakukan apa saja sesuka hati. Tidak ada ibu yang selalu mengatur dan menyuruhnya ini dan itu. 

Pukul delapan pagi, seperti biasa pembelajaran jarak jauh pun dimulai. Bu Guru mengirimkan beberapa video yang harus disimak dan dipelajari. Namun bukannya belajar, Khaidar malah bermain gamedi ponsel. Ia pikir, video pembelajaran itu 'kan bisa diputarnya kapan saja. Padahal, Bu Guru mengirimkan pesan di grup WA, bahwa hari ini beliau akan melakukan video callpada semua anak didiknya untuk melakukan tes lisan. Bu Guru memang biasa melakukan tes lisan dadakan, untuk mengecek pemahaman anak didiknya terhadap pelajaran yang sudah diberikan. Namun, pesan itu belum dibaca Khaidar karena ia masih asyik bermain game.

Tepat pukul sembilan, ponsel yang sedang dipegangnya berbunyi. Betapa kagetnya bocah itu melihat nama Bu Guru terpampang di layar.

"Assalamualaikum, Khaidar," sapa Bu Guru di seberang sana. "Sudah siap untuk tes lisan?"

Mendengar ucapan Bu Guru, Khaidar gelagapan. Ia sama sekali belum siap. Saat disuruh ibu mengulang pelajaran ia selalu malas dan marah-marah.

"Khaidar, suara ibu terdengar tidak?" tanya Bu guru karena melihat Khaidar seperti kebingungan. "Sudah siap?"

"Eh, iya, Bu Guru, siap," jawabnya.

Bu Guru pun mengajukan banyak pertanyaan. Banyak soal yang tidak bisa dijawabnya, karena memang ia belum belajar. Nilai tes lisan Khaidar kali kurang memuaskan. Bu Guru pun menasihatinya, bahwa meskipun pembelajaran dilakukan secara daring, Khaidar harus tetap serius dan bersungguh-sungguh dalam menyimak setiap materi yang disampaikan Bu Guru.

"Belajar yang rajin ya, Nak. Ibu mau hasil tes lisanmu yang selanjutnya bagus," kata Bu Guru.

Setelah mengucap salam, Bu Guru pun menutup sambungan video call. Sementara Khaidar tertunduk lemas. Ia sangat kecewa pada dirinya sendiri.

Bocah itu menyesal, karena selalu merasa jengkel setiap kali ibu menyuruhnya belajar. Padahal, apa yang diperintahkan ibu itu adalah demi kebaikannya juga. Selama ini, hasil tesnya pasti bagus karena ibu selalu mendampinginya belajar. Khaidar pun berniat meminta maaf saat ibu pulang nanti.

Sampai sore hari, ayah dan ibu masih belum pulang. Saat ditelepon, ayah bilang akan segera pulang. Khaidar mulai kelaparan. Tidak ada makanan yang bisa ia makan. Tadi pagi, karena buru-buru ibu hanya sempat membuat nasi goreng untuk sarapan. Khaidar kembali merasa menyesal. Ia selalu abai jika ibu menyuruhnya makan dan lebih memilih bermain game. Kalau ibu mengomel karena tingkahnya itu, bukannya sadar Khaidar malah merajuk di kamar seperti yang dilakukannya kemarin.

Tak lama, ayah pulang, tapi sendirian. Ibu harus menginap di rumah sakit untuk menemani kakek. Ayah  memberikan sebungkus nasi rames yang tadi dibelinya di jalan. Khaidar pun segera membuka bungkus nasi itu dan mulai makan.

Menjelang malam, Khaidar tidak bisa tidur. Ini kali pertama bocah itu terpisah dengan ibunya. Ternyata tidak ada ibu di rumah itu tak seenak yang ia bayangkan. Rumah serasa sepi. Tidak ada yang memasak makanan kesukaannya. Baru satu malam saja ia sangat rindu pada ibu. Khaidar pun menangis di bawah selimut. Tapi, ia malu untuk mengungkapkan kesedihannya itu pada ayah. Dalam hati Khaidar berjanji, akan belajar untuk menjadi anak yang penurut, tidak banyak mengeluh, dan mendengarkan nasihat orang tuannya.*

 

  

  * Teni Ganjar Badruzzaman. Seorang ibu rumah tangga yang gemar menulis dan membaca cerita. Cernaknya dimuat di beberapa antologi dan Harian Kompas. Sapa ia di akun Instagram dan Facebook Teni Ganjar Badruzzaman.

Majalahanakcerdas.com

Majalah Anak Cerdas,

Tidak ada komentar:

Posting Komentar