Pages

Perjuangan Dhien, Gadis Miskin




Oleh:Indra Mardiani

Guru Madrasah Ibtidaiyah Negeri (MIN) 11 Banda Aceh

 

 

Dhien seorang gadis berusia 18 tahun, gadis yang pemalu, tidak percaya diri, berasal dari keluarga miskin. Ayah Dhien seorang tukang jahit, sedangkan ibu hanya seorang ibu rumah tangga, namun Dhien seorang gadis yang pekerja keras dan percaya bahwa kehadiran Allah selalu ada bagi hamba-Nya yang berusaha.

Setiap hari aktifitasnya belajar layaknya pelajar pada umumnya, sepulang sekolah Dhien selalu pulang ke kios ayahnya yang disewa sebagai tempat untuk menjahit baju.

Untuk menuju ke kios Dhien menaiki angkutan umum, karena jarak sekolah ke kedai 3 km terkadang.Dhien berjalan kaki karena tidak memiliki ongkos untuk menaiki angkutan umum. Ketika sampai di kios, Dhien segera menggantikan baju seragam sekolah dengan baju biasa digunakan untuk bekerja, namun sebelum bekarja ayahnya selalu menyiapkan nasi bungkus dengan kepala ikan yang besar untuk mereka makan bersama. Walaupun sebungkus berdua, namun sangatlah nikmat. Kebersamaan itu yang selalu Dhien nantikan ketika ia sampai ke kios ayah. 

Aktifitas Dhien ketika sampai di kios membantu memasang kancing baju, membantu merenda pinggir baju yang akan dijahit oleh ayahnya. Sesekali Dhien harus berjalan kaki untuk membeli kebutuhan lain yang dibutuhkan oleh ayah.

Sore hari pun tiba, mereka menutup kios dan pulang bersama menaiki labi-labi. Labi-labi hanya sampai di persimpangan jalan, lalu mereka melanjutkan dengan berjalan kaki 3 km untuk sampai ke rumah.

Lelah dan letih pasti Dhien rasakan, namun rasa itu semua harus ia tepis karena ia harus membantu ibu menyiapkan makan malam dengan lauk seadanya 

Ibu Dhien mengurusi adik-adiknya sedangkan Dhien mengurusi nenek yang lumpuh terkena strok hampir lima tahun lamanya. Dhien mulai menyuapi makanan sampai memandikan nenek. Semua aktivitas itu Dhien lakukan dengan senang hati, walaupun lelah namun Dhien bahagia bisa membantu orang tuanya.

Suatu hari ayahnya jatuh sakit, tidak sanggup untuk bangun, ayahnya berpesan “Dhien seandainya ayah meninggal nanti tolong jaga adik-adik dan mamak, jangan pernah sakiti hati mereka walaupun kamu lelah, ceritakan saja kelelahanmu pada Allah di sepertiga malam. Bicaralah kepada-Nya ketika engkau sujud dalam shalat tahajudmu, maka Allah akan hadir untuk membantumu. Jangan sesekali kamu bercerita kepada manusia, karena manusia itu tidak ada yang bisa dipercaya “

Insya Allah ayah “Dhien menjawab.

Yang ditakutkan Dhien terjadi juga 

Suasana subuh yang syahdu  mengantarkan ayahnya kepada Rabb-Nya. Beliau menutup mata dalam zikirnya. Senyum di bibir tetap menghiasi wajah  yang pucat pasi, bibir tertutup rapat tak bisa bersuara lagi.

Hati Dhien sedih bila mengingat kebersamaan yang indah bersama ayahnya. Walaupun demikian Dhien mengiklaskan kepergian ayahnya. 

Sepeninggal ayahnya, maka tugas Dhien semakin berat. Di samping Dhien harus belajar, Dhien tetap harus bekerja mencari uang untuk memenuhi kebutuhan ibu dan ketiga adik-adiknya. Air matanya tak bisa dibendung ketika Dhien mengadu kepada Rabb-nya untuk terus memberi kekuatan kepada-Nya agar Dhien bisa menghidupi ibu dan ketiga adik-adiknya serta menyelesaikan sekolah tepat waktu. Dhien ikhlas ya Allah bila harus hidup seperti ini, doa terakhirnya di sepertiga malam itu.

Alhamdulillah, walaupun kehidupan Dhien penuh dengan keringat serta air mata, namun Dhien tetap bisa menamatkan sekolah dengan nilai terbaik di antara teman-temannya. Dhien percaya kerja kerasnya selama ini akan membuahkan hasil di masa-masa yang akan datang, insya Allah. 

 

 

Majalahanakcerdas.com

Majalah Anak Cerdas,

2 komentar: