Pages

Kisah Tsauban. Cinta Rasulullah Hingga di Akhirat


dok.kisahhadi.blogspot.com


Dikisahkan kembali oleh : Rahmah Bangun

 

 

Tersebutlah sahabat Rasulullah bernama Tsauban.  Ia adalah seorang budak dari majikan yang terbunuh saat memerangi Rasulullah.  Maka Tsauban jatuh dalam kekuasaan Rasulullah. Atas kebaikan Rasul, Tsauban tidak lagi menjadi budak.  Ia dimerdekakan oleh Rasulullah.  Jadilah Tsauban orang yang merdeka.

            Meski menjadi orang yang merdeka, Tsauban malah mengikatkan hatinya kepada Rasulullah. Ia amat mencintai dan kagum kepada Rasulullah.  Karena kebaikan perilaku dan akhlak Rasul.  Ia ikuti apa yang diajarkan Rasulullah.  Setiap saat ia datang kepada Rasul untuk berjamaah salat atau untuk keperluan lain.  Tidak pernah waktu itu dilewatinya.  Bahkan amat ditunggu-tunggunya.

            Suatu hari, Tsauban bertemu Rasulullah.  Rasul memperhatikan Tsauban, karena semakin hari badan Tsauban semakin kurus dan pucat.

            “Wahai, Tsauban. Apa gerangan yang membuat badanmu semakin hari semakin kurus?” tanya Rasulullah dengan penuh perhatian.

            “Tidak ada apa-apa dengan badanku, Ya Rasulullah,” jawab Tsauban.  Ia amat bahagia mendengar pertanyaan Rasulullah.  Rasul selalu memperhatikan para sahabatnya.

            “Adakah engkau sakit, Tsauban?” tanya Rasulullah lagi.

            “Tidak, Ya Rasul. Mungkin hanya rasa rindu yang membuatku selalu berpikir,” jawab Tsauban.  Ia menatap Rasulullah dengan bahagia.

            “Ceritakan kepadaku. Kerinduan seperti apa yang bisa membuatmu kurus, Tsauban.” Rasulullah bertanya lagi.  Tampak Rasul sangat mengkhawatirkan keadaan Tsauban.

            “Kerinduanku kepada Engkau, Ya Rasulullah.  Bila aku jauh darimu, hati ini selalu ingin dekat denganmu.  Bila sudah bertemu, bahagia rasa hatiku,” jawab Tsauban menahan tangis.  Ia menyampaikan isi hatinya kepada Rasulullah.  Lega hatinya, namun juga sedih rasanya.

            “Aku mencintai Allah dan RasulNya melebihi diriku dan keluargaku,” Tsauban menjawab.  Air matanya tumpah.  Ia tak lagi bisa menahan tangis.

            “Tenang, Tsauban. Kenapa engkau menangis.  Bukankah engkau sekarang sedang berada bersamaku, Tsauban,” Rasulullah menghiburnya.

            “Ya Rasul, terbayang olehku sekarang ini, perpisahanku denganmu. Bila datang kematianku, dan manakala maut menjemputmu. Terbayang olehku perpisahan denganmu. Bila di dunia ini saja aku sudah menderita, bagaimana bila kelak dipisahkan. Engkau berada di tempat yang mulia, sedangkan aku terpuruk di lembah nista. Engkau bergabung dengan para nabi, sedangkan aku dihimpun di barisan pelaku keji.” Lirih Tsauban mengungkapkan isi hatinya.  Ia sangat bersedih.

Nabi memandang Tsauban dengan tatapan kasih. Beliau mendengar rintihan jiwa sahabat yang mencintainya. Tapi nabi tak berucap sepatah kata. Masalah hamba di akhirat adalah perkara yang hanya Allah, Tuhan semesta alam yang mengetahuinya.  Rasul dan Tsauban larut dalam rindu tanpa kata. Lalu turunlah firman Allah yang menentramkan hati. 

“Dan barang siapa yang menaati Allah dan Rasul-(Nya), mereka itu akan bersama-sama dengan orang-orang yang dianugerahi nikmat oleh Allah, yaitu: nabi-nabi, para shiddîqîn, orang-orang yang mati syahid, dan orang-orang saleh. Dan mereka itulah teman yang sebaik-baiknya.”
“Yang demikian itu adalah karunia dari Allah, dan Allah Maha mengetahui.” QS. An-Nisaa’ [4]: 69-70)

            Kemudian Rasulullah bersabda,

            “Demi Allah! Keimanan seorang muslim tidak akan menjadi sempurna sehingga aku lebih dicintai daripada dirinya, ayahnya, ibunya, istrinya, anaknya dan dari seluruh manusia lainnya.”

Diriwayatkan bahwa di saat Rasulullah SAW menghembuskan nafasnya yang terakhir, Tsauban sedang berada bersama seseorang yang juga sangat cinta kepada Rasulullah di sebuah kebun. Ketika berita duka itu sampai ke telinga Tsauban, ia tidak mampu membendung rasa dukanya. Sedemikian berat kesedihannya sehingga dengan penuh keseriusan ia menyampaikan harapan dalam doanya kepada Allah SWT:

“Aduhai Tuhan Pemilik semua Sifat Maha Sempurna, butakanlah mataku ini agar aku tidak menyaksikan apa pun setelah kepergian Nabiku, hingga saat aku berjumpa dengan-Mu.”

Karena ketulusannya, Allah SWT mengabulkan doanya. Mata Tsauban langsung menjadi buta, sebelum ia beranjak dari tempatnya.  Itulah kecintaan yang besar Tsauban kepada Rasulullah.  Cintanya kepada Rasul tidak hanya di dunia saja. 

 

 

 

Majalahanakcerdas.com

Majalah Anak Cerdas,

Tidak ada komentar:

Posting Komentar