Pages

Kotak Daur



Oleh, Syamsiah Ismail, M. Pd.

Tepat pukul 12.30 bel pulang sekolah berbunyi. Anak-anak kelas 4 SD Negeri Alue Awe-Lhokseumawe segera bersiap-siap pulang. Sebelum keluar, mereka membaca surat Al Ikhlas tiga kali. Ditutup dengan doa bepergian. Suasana gembira mengakhiri belajar saat itu.

Miyah mendapat tugas Seni Kerajinan dari wali kelasnya, Bu Mala. Tugas itu harus dikerjakan bersama teman kelompoknya yaitu Syukri, Idrus, dan Baidah. Tugas mereka mendaur ulang sampah. Memanfaatkan benda bekas agar dapat digunakan kembali. Dalam perjalanan pulang mereka berempat sepakat mendaur ulang kotak sepatu. Mereka akan menggunakan bahan-bahan alam yang kering. Supaya mudah, mereka berbagi tugas.

Syukri mencari kotak bekas sepatu. Idrus mencari ranting dan rumput kering. Miyah mengumpulkan aneka daun kering. Baidah memetik kulit petai cina kering yang tumbuh di pagar. Dua hari kemudian semua bahan yang diperlukan sudah terkumpul. Mereka pun siap beraksi.Mereka sepakat mengerjakan tugas di rumah Miyah. 

Keesokan harinya mereka bersama membuat tugas secara berkelompok. Tak mengeluh lelah atau capek. Mereka mengerjakan sebagai kewajiban, bukan sebagai beban. Kotak bekas sepatu mereka sulap menjadi sebuah karya seni. Indah dan rapi terbungkus dari bahan-bahan alam. Selesai dalam pekerjaannya mereka berdoa, agar besok menjadi yang terbaik di kelas.

“Alhamdulillah yah, teman-teman siap juga tugas kita hari ini. Semua tak akan sia-sia jika kita mau berusaha.” ucap Baidah puas dengan gaya artis Syahrini.

“Ya, pasti sesuatu akan mendapat jika kita bersunggguh-sungguh.” sambung Idrus.

“Hai, itu pepatah dari negeri kakek saya, Arab.” timpal Syukri sambil tertawa.

“Bagaimana pepatahnya, Syuk?” Miyah menantang Syukri.

Syukri pun berdiri di depan teman-temannya. Menarik nafas. Mengatur suara serak layaknya suara kakek. Kening dibuat berkerut. Badan agak membungkuk, lalu...

“Anak-anak saleh yang dirahmati Allah. Pepatah Arab berbunyi: man jadda wa jada. Artinya, barang siapa bersungguh-sungguh pasti akan mendapat. Semoga usaha kita hari ini mendaur ulang sampah mendapat nilai terbaik.” lagaknya seorang ustaz (Aceh: Teungku) Syukri menjawab tantangan Miyah. 

“Amin, Pak Teungku...” ke tiga anak-anak itu menanggapi gaya Syukri dengan canda.

Jelang senja mereka membubarkan diri pulang ke rumah masing-masing. Keceriaan menghiasi wajah empat sekawan. Mereka puas dapat menyelesaikan tugas kerajinan tepat pada waktunya. 

Keesokan harinya, setiap kelompok mengumpulkan hasil karyanya untuk dinilai. Semua karya ditempatkan disudut ruang kelas. Sudut yang telah ditata sebagai sudut kreatifitas. Ada juga sudut pasar dan sudut baca. Semua karya yang mendapat nilai tertinggi berhak di pajang sebagai model karya. Begitu janji Bu Mala wali kelas. 

Bu Mala mengamati satu persatu hasil karya kelompok. Tak lupa memberi komentar. Tiba pada sebuah kotak, Bu Mala mengamati kotak tersebut. Membuka tutupnya. Melihat dari jauh, lalu mengangkatnya.

“Idrus, dari mana ide kalian menghias kotak ini?” Bu Mala menanyakan Idrus mewakili kelompoknya.

“Kami berembuk bersama-sama untuk mencari ide, Bu. Dibantu juga Umi Miyah memberi ide buat kami.” Idrus menjawab dengan suara tenang.

“Ada yang salah dengan karya kami ya, Bu?” Miyah bertanya penuh kuatir.

“Ya, sangat salah! Kelompok kalian harus mendapat hukuman!” Miyah dan teman-temannya tegang penuh kekuatiran. Harapan karya mereka dapat dipamerkan hanya mimpi. Harapan mulai buyar setelah Bu Mala terlihat bermuka masam.

“Semua teman kalian tau ini kotak bekas sepatu. Mengapa kalian menghias kotak ini? Apa tidak ada ide kalian yang lebih kreatif lagi?” Merah muka Bu Mala melihat karya Idrus dan teman-temanya. Syukri dan Baidah menundukkan muka. Mata Miyah sudah berkaca-kaca. Air matanya sudah menggantung di kelopak. Pertanda menahan kecewa yang sangat dalam. Seisi ruang kelas terdiam. Tak biasanya mereka melihat Bu Mala mudah marah seperti hari ini.

“Anak-anak, hukuman apa yang pantas kita beri untuk kelompok mereka?” Bu Mala melihat tajam ke seluruh kelas. Tak seorangpun berani menjawab. Kali ini Bu Mala benar-benar menakutkan mereka.

“Kelompok kalian layak ibu hukum! Karya kalian dipajang di sudut kreatifitas!”

“Alhamdulillah, horeee...kita berhasil!” Baidah menjerit histeris sambil berpelukan dengan Miyah. Miyah tertawa bahagia juga terharu mendengar kalimat terakhir Bu Mala.

Syukri dan Idrus berjingkrak kegirangan, karena karya mereka layak dipajang. Keberhasilan ini membuat kebersamaan mereka makin semangat. 

Anak-anak dari kelompok lain memberi ucapan selamat atas karya terbaik mereka. Tidak merasa iri pada keberhasilan kelompok tersebut. Bu Mala berharap kelompok mereka dapat berbagi ide. Agar teman-teman lain dapat menyulap kotak bekas menjadi karya seni. 

Sebagai rasa syukur, Umi Miyah mengundang mereka makan malam bersama. Hanya suguhan nasi goreng kampung dengan teh hangat. Mereka tetap menikmatinya dengan lezat sebagai rasa syukur atas usaha mereka.

Majalahanakcerdas.com

Majalah Anak Cerdas,

Tidak ada komentar:

Posting Komentar