Oleh Lia Fahrudin
Owner Rumah Batik Manunggal Jati dan Pengurus Satupena Kabupaten Blora
Di sebuah desa kecil bernama Doplang, yang terkenal dengan pohon-pohon jatinya yang menjulang, tinggal seorang gadis kecil bernama Sari. Ia duduk di kelas 4 SD dan sangat suka menggambar. Namun, akhir-akhir ini ia merasa bosan. Gambarannya selalu sama: bunga, pelangi, dan rumah. Ia ingin menggambar sesuatu yang berbeda.
Suatu sore, setelah pulang sekolah, Sari berjalan-jalan ke kebun jati di belakang rumah neneknya. Daun-daun jati yang besar berguguran tertiup angin. Sari mengambil satu daun yang paling besar dan rapi, lalu duduk di bawah pohon sambil memperhatikannya.
Tiba-tiba, angin berhembus pelan. Daun jati di tangan Sari bergoyang... dan terdengar suara lembut seperti berbisik,
"Lihat aku baik-baik, Sari. Aku bukan daun biasa..."
Sari kaget. Matanya membelalak, tapi ia tidak melempar daun itu.
"Siapa... siapa yang bicara?"
"Aku, daun jati. Aku ingin kau tahu rahasia tentangku. Tentang batik Tunggak Jati yang lahir dari bentuk dan makna kami..."
Sari terdiam. Angin berhenti sejenak. Suara itu kembali terdengar, tenang dan penuh kehangatan.
"Tunggak Jati artinya batang pohon jati yang tetap berdiri walau rantingnya patah dan daunnya gugur. Kami melambangkan keteguhan, kesabaran, dan harapan baru. Meskipun diterpa hujan dan panas, pohon jati tetap tumbuh kuat. Seperti itu juga manusia seharusnya..."
Sari menatap daun itu penuh rasa ingin tahu.
"Lalu... batik Tunggak Jati menggambarkan itu semua?"
"Ya. Setiap lekuk dan pola kami menjadi inspirasi untuk batik yang penuh makna. Dari alam, lahir budaya. Dari kepekaan hati, lahir karya indah."
Malam itu, Sari tak bisa tidur. Ia mengambil kertas gambar dan menggambar pola dari daun jati, menirukan urat-uratnya dan bentuk tangkainya. Ia mencoba menambahkan motif seperti pohon yang tetap berdiri meski hanya tinggal tunggak. Gambar itu ia beri nama “Harapan dari Daun Jati”.
Keesokan harinya, di sekolah, Bu Winda, guru kesenian, melihat gambar Sari dan tertegun.
"Sari... ini indah sekali. Dari mana kamu dapat ide ini?"
Sari tersenyum kecil. "Dari daun jati... yang bisa bicara."
Teman-temannya tertawa geli, tapi Bu Winda hanya tersenyum hangat.
"Kadang, alam memang berbicara... kalau kita mau mendengarkan."
Beberapa minggu kemudian, gambar Sari dipilih untuk dijadikan contoh batik oleh pembatik lokal. Bahkan, ia diajak untuk ikut belajar membatik di Sanggar Tunggak Jati. Sari tak lagi bosan menggambar. Kini, ia tahu, inspirasi bisa datang dari daun yang gugur, dari alam yang setia mendampingi manusia.
Dan setiap kali angin bertiup, Sari masih suka duduk di bawah pohon jati sambil berbisik,
“Terima kasih, daun ajaib…” (*)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar