Pages

Menemukan Harta Karun di Hutan




Oleh : Anton Sucipto, SP



    Pada suatu malam, Bimo sedang duduk di kursi yang terbuat dari bambu, di depan rumah. 


    “Kemarin aku mimpi. Dalam  mimpi semalam, aku disuruh bertapa di sebuah gua yang letaknya di dalam hutan jati. Apa itu masuk akal ya?” Gumam Bimo, sambil memandangi langit malam yang dipenuhi bintang. 


    Kemudian dia  bangkit dari duduknya. Berjalan menuju ke dalam rumah. Merebahkan badannya di sebuah tempat tidur.


    Pada esok harinya, Bimo sudah bertekad bulat untuk menuju ke hutan. Dia akan mencari lokasi dimana terdapat gua, seperti yang dia ketahui dari mimpinya, kemarin malam. Bergegas melangkahkan kakinya ke dalam hutan itu. Hari itu masih cukup pagi, mentari pagi baru saja bersinar di ufuk timur. 


Cuaca hari itu tidak terlalu dingin, sehingga  cukup memberi semangat untuk kuat berjalan menuju ke dalam hutan yang sangat luas itu. Dia memakai ikat kepala yang terbuat dari kain bekas.


    Di tengah perjalanan, dia melihat beberapa ekor kelinci. Sejenak menghentikan langkahnya. Dengan tenang, menghampiri kelinci itu.


    “Hmmm…, banyak kelinci di sini rupanya! Kelinci itu sangat lucu! Lebih baik kelinci itu nanti aku pelihara saja di rumah,” Bimo merasa takjub memandangi puluhan ekor kelinci yang sedang bergerombol itu.


    Tiba-tiba muncullah seekor burung gagak yang berwarna kuning kecoklatan. Burung itu hinggap di dahan pohon jati yang tidak terlalu tinggi.


    “Wahai anak yang baik! Aku yakin tujuanmu adalah mencari gua itu, bukan?" terdengar suara dari Gagak aneh itu.


    Bimo kaget bukan kepalang. Dia mundur beberapa langkah. Wajahnya terlihat takut.


    “Aaaa… apa kau itu burung ajaib? Kenapa bisa berbicara seperti manusia?” tanya Bimo tergagap-gagap.


    “Tenanglah, aku ini Gagak yang sakti dan super baik, dan tentunya aku akan membantumu agar bisa menemukan letak gua itu!” sahut Gagak aneh itu, sambil mengepakkan kedua sayapnya secara perlahan.


    “Apa yang harus saya lakukan?” Bimo semakin bingung.


    “Kau harus mencari wortel berwarna putih di sekitar tempat ini!” ucap Gagak yang sakti itu.


    “Apa saya tidak salah dengar? Setahu saya wortel itu warnanya oranye,” Bimo heran.


    “Sudahlah! Kau tak perlu banyak tanya! Cari dengan cepat wortel berwarna putih itu!” perintah Gagak itu, tampak serius.


    “Baiklah!” kata Bimo.


    Bimo berjalan mengitari dan berkeliling di areal tempat itu. Sudah dua jam lamanya berputar-putar di sana, tak juga berhasil menemukan wortel itu.


    “Apa mungkin Gagak aneh itu berkata bohong dan sengaja menjebakku disini,” gumam Bimo ragu-ragu.


    “Hei! Kenapa kau belum juga berhasil menemukan wortel putih itu!” Gagak itu mengagetkan Bimo.


    “Aku akan mencarinya lagi,” ujar Bimo kesal.


    kemudian Bimo mulai mencari wortel itu. Tiba-tiba dia melihat wortel putih berada di atas dahan pohon jati, yang letaknya di belakang dekat dengan burung Gagak itu.


    “Wortel warna putih itu ada di dahan pohon, di dekatmu, belakangmu!” teriak Bimo, kepada Gagak.


    “Akhirnya kau bisa menemukan wortel putih ini! Aku sengaja menyembunyikan wortel itu!” sahut Gagak tertawa.


    “Kenapa kamu sengaja menyembunyikan wortel itu?” Bimo terlihat kesal. 


    “Bukan maksudku untuk berbohong kepadamu. Namun, ini kulakukan agar kamu mau berusaha dengan sungguh-sungguh, untuk mencari wortel berwarna putih itu!” ucap Gagak itu, seraya mengepakkan kedua sayapnya.


    “Lalu dimana aku bisa menemukan gua itu?” tanya Bimo penasaran.


    “Karena kamu sudah berusaha dan berjuang mencari wortel itu dengan semangat, aku akan membantumu menemukan letak gua itu! Sekarang kau makanlah wortel putih ini!” perintah Gagak itu, sambil membawa wortel, dengan kedua sayapnya yang kuat.


    Bimo mengambil wortel itu. Dengan cepat dia memakan wortel yang berwarna putih.


    Tiba-tiba kini dia sudah berada di sebuah tempat lain, yang terasa aneh. Tempat itu merupakan sebuah gua di dalam hutan, yang cukup luas.


    “Ini adalah gua di dalam hutan, yang kulihat di mimpiku kemarin malam,” gumam Bimo tampak bingung.


    Beberapa saat kemudian, muncullah seekor singa yang berwarna cokelat. Singa itu memiliki banyak bulu emas, yang berkilauan. Bulunya sangat indah dan memancarkan sinar putih, yang berkilauan seperti intan permata.


    “Wahai Bimo, kamu kemarin bermimpi bertemu denganku, bukan?” terdengar suara dari Singa coklat itu.


    “Mmmmm…, iiiyaaaa…,” sahut Bimo ketakutan.


    “Kau janganlah takut! Aku tak akan memangsamu! Aku tidak memakan daging lagi, sekarang aku sudah memakan rerumputan hijau!” ucap Singa yang berbulu emas.


    “Benarkah kau ini Singa yang baik dan memiliki banyak bulu emas itu?” Bimo memberanikan diri, sambil mengusap keringat di wajah.


    “Betul! Aku ini Singa yang sakti, sahabat dari Gagak itu, dan juga memiliki harta berlimpah ruah! Tubuhku diselimuti bulu bulu emas. Jika kau mau, aku pasti akan memberikan sebuah bulu emas itu kepadamu!” kata Singa itu sambil tersenyum ramah.


    “Aku masih belum percaya, namun jika berkenan memberikan sebuah bulu emas itu, tentu saja saya mau menerimanya,” jawab Bimo terlihat gembira.


    Kemudian Singa yang sakti itu, mencabut sehelai bulu emas di tubuhnya. Bulu emas itu sangat berkilauan seperti berlian. Bimo menerima bulu emas itu, dengan wajah berseri-seri.


    “Nah, sekarang kau boleh kembali pulang ke rumahmu! Hari sudah menjelang sore, nanti ayah dan ibumu pasti khawatir,” ucap Singa itu tersenyum.


    “Baiklah, namun bagaimana saya bisa kembali pulang? Sedangkan saya tak tahu arah dan jalan menuju rumah saya?” tanya Bimo bingung.



    “Tenanglah! Sekarang kau pejamkan kedua matamu dan letakkan tangan kananmu di atas kepala saya,” perintah Singa yang sakti itu.


    “Oh ya, bagaimana cara saya agar bisa ke tempat ini lagi?” ujar Bimo.


     “Itu mudah saja! Kamu cukup datang ke hutan ini dan setelah itu kau panggil saja namaku! Pasti kau akan bisa bertemu denganku lagi,” sahut Singa itu.


    “Baiklah,” ucap Bimo, tampak senang.


    Kemudian Bimo memejamkan kedua matanya. Tangan kanannya diletakkan di atas kepala dari Singa itu. Dalam hitungan detik, dia telah berada di halaman rumahnya. Lalu Bimo masuk ke dalam rumahnya. Ayah dan ibunya menyambut kedatangannya dengan wajah gembira.


    “Sebaiknya bulu emas ini aku jual ke pasar besok,” kata Bimo.


    Pada esok harinya, Bimo pergi ke pasar. Sesampainya di sana, dia menjual bulu emas itu. Uang yang dihasilkan dari penjualan bulu emas itu cukup banyak. Sejak saat itu, kehidupan Bimo berubah. Rumahnya sudah tampak mewah. Dia menghabiskan uangnya untuk membeli banyak mainan yang mahal.


    “Beruntung sekali jika aku bisa punya banyak bulu emas itu! Aku tidak akan dihina teman-temanku! Tapi uangku kini sudah mau habis, dan aku ingin membeli baju baru yang bagus!” gumam Bimo, sambil memandangi pepohonan di halaman rumah.


    Lalu dia bergegas berjalan menuju ke hutan. Langkahnya cukup cepat karena takut hari itu akan turun hujan.


    Setelah tiba di tengah hutan, dia menghentikan langkahnya. 


    “Wahai Singa yang sakti! Aku ingin bertemu denganmu!” ucap Bimo.


    Tiba-tiba dalam sekejap saja, dalam hitungan detik, Bimo telah berada di dalam gua. Dia melihat Singa itu menghampirinya.


    “Ada gerangan apakah kamu datang kembali ke tempat ini?” tanya Singa itu.


    “Aku ingin minta bulu emas itu lagi,” jawab Bimo.


    “Baiklah, apakah kau mau sehelai bulu emas itu atau kau mau berapa helai bulu emas?” sahut Singa yang sakti itu.


    “Saya mau sepuluh helai bulu emas, apakah kau bisa mengabulkan permintaanku,” kata Bimo.


    “Boleh saja! Tapi ingatlah, dari sepuluh bulu emas itu, kamu harus memberikan dua bulu emas itu kepada seorang kakek, yang hidup sebatang kara! Besok kamu akan bertemu kakek itu, di halaman rumahmu,” ujar Singa itu.


    “Baiklah, saya akan menuruti permintaanmu,” Bimo mengangguk setuju.



Lalu  Singa itu memberikan sepuluh helai emas kepada Bimo.  Setelah itu dia memejamkan matanya dan meletakkan tangan kanannya, di atas kepala Singa itu. Dalam beberapa detik saja, dia sudah berada di dalam rumahnya.



Pada esok harinya dia melihat seorang kakek tua, berada di halaman rumahnya. Namun dia tak ingat, jika harus memberikan dua helai bulu emas itu kepadanya.



“Tolonglah saya, kasihanilah saya! Hidup sebatang kara! Berilah saya uang untuk membeli makanan,” tutur Kakek itu mengiba sedih.


“Dasar kakek tua! Mengganggu saja! Pergilah sana!” sahut Bimo marah.


Lalu kakek itu berjalan, berlalu dari tempat itu dengan rasa sedih dan kecewa.


Bimo terlihat sudah bersiap-siap pergi ke pasar. Dia mengambil bungkusan di dalam lemari, tempat dimana dia kemarin meletakkan sepuluh bulu emas itu. Tiba-tiba Bimo kaget ketika melihat sepuluh bulu emas, yang di simpan di dalam rak lemari itu, telah berubah menjadi daun-daun yang kering.


“Bulu emasnya sudah menjadi daun-daun kering,” ucap Bimo kesal.


Bimo merasa menyesal dan berjanji tak akan mengulangi kesalahannya itu. Dia menuju ke hutan untuk bertemu dengan Singa yang sakti itu. 


"Bimo, aku telah memaafkan kesalahanmu. Aku akan selalu membantu jika kamu berbuat baik, berperilaku yang sopan santun. Kamu juga harus rajin belajar," kata Singa yang sakti itu sambil tersenyum.

 

"Baiklah, aku berjanji akan berperilaku yang baik dan rajin belajar di sekolah," Bimo tampak gembira.


Sejak saat itu, Bimo selalu rajin belajar. Sehingga Bimo berhasil meraih prestasi yang terbaik di sekolah.


Penulis :

Anton Sucipto, SP. Alumni Universitas Jenderal Soedirman (UNSOED) Purwokerto. Tulisannya dimuat oleh media cetak dan online.

Majalahanakcerdas.com

Majalah Anak Cerdas,

Tidak ada komentar:

Posting Komentar