Pages

TOLERANSI



Oleh Almira Bellvania Putri

(Pelajar SMPN 3 Cepu Kabupaten Blora) 

Di sebuah desa kecil bernama Sukamaju, hidup masyarakat yang dikenal rukun dan damai. Desa ini dihuni oleh berbagai latar belakang agama dan suku. Di antara warga, ada dua sahabat karib bernama Arman dan Bagas. Mereka tumbuh bersama sejak kecil, berbagi cerita, canda tawa, bahkan saling membantu dalam kehidupan sehari-hari.

Arman adalah seorang Muslim yang taat, sementara Bagas seorang Nasrani yang aktif dalam kegiatan gereja. Meskipun berbeda keyakinan, mereka tak pernah merasa perbedaan itu menjadi penghalang. Sebaliknya, mereka saling menghormati dan belajar dari satu sama lain.

Suatu hari, di tengah persiapan desa untuk festival tahunan, perbedaan keyakinan mereka diuji. Festival ini diadakan setiap tahun sebagai wujud syukur atas hasil panen yang melimpah. Setiap keluarga biasanya membawa makanan khas dari tradisi masing-masing untuk dinikmati bersama. Namun, tahun ini suasana sedikit berbeda.

"Man, aku dengar ada beberapa warga yang protes karena makanan yang dibawa dari keluargaku dianggap tidak sesuai tradisi mereka," keluh Bagas saat mereka duduk di bawah pohon besar di tengah desa.

Arman menghela napas. "Aku juga dengar, Gas. Tapi menurutku, itu hanya segelintir orang. Kita harus tetap fokus pada tujuan festival ini, yaitu kebersamaan."

Bagas mengangguk, tetapi kekhawatiran masih terlihat di wajahnya. "Aku hanya takut hal ini bisa memicu perpecahan. Padahal selama ini kita hidup damai."

Arman tersenyum lembut. "Jangan khawatir, Gas. Aku yakin kita bisa menyelesaikan ini dengan kepala dingin. Aku akan coba bicara dengan beberapa warga."

Malam itu, Arman mengunjungi beberapa tetua desa untuk mencari solusi. Ia menjelaskan pentingnya menjaga kebersamaan dan mengingatkan bahwa festival ini bukan soal perbedaan, melainkan tentang rasa syukur dan persatuan.

Di sisi lain, Bagas juga mengajak keluarganya untuk lebih memahami tradisi yang ada di desa, tanpa melupakan identitas mereka sendiri. Ia menyarankan keluarganya untuk membuat makanan yang bisa dinikmati oleh semua orang tanpa melanggar keyakinan masing-masing.

Hari festival pun tiba. Di lapangan desa, meja-meja panjang penuh dengan berbagai hidangan tradisional dari seluruh keluarga. Suasana meriah dengan tawa anak-anak yang berlari-lari, alunan musik tradisional, dan obrolan hangat antarwarga.

Bagas datang membawa hidangan spesial dari keluarganya, ubi panggang dengan saus madu. "Man, aku harap ini bisa diterima semua orang," katanya sambil tersenyum kecil.

TAMAT

Majalahanakcerdas.com

Majalah Anak Cerdas,

Tidak ada komentar:

Posting Komentar