Oleh: Bunda Tjut Zakiyah Anshari
Selamat pagi, siang, sore, di mana pun kalian berada. Indonesia dikenal sebagai negara maritim. Lautnya luas dan sangat kaya. Karena itulah, Bunda hadirkan cerita dari dunia laut. Penasaran? Yuk baca cerita berikut ini…
***
Desiran ombak dan tarian alga menyambut pagi di Laut Biru. Tina Si Lumba-Lumba berenang perlahan di sekitar terumbu karang, bibirnya bersenandung pelan. Suaranya lembut, seirama dengan arus yang bergoyang di antara anemon.
“Aku harap laguku cukup bagus untuk pesta nanti,” bisik Tina pada dirinya sendiri.
“Lagumu? Bagus? Tentu tidak!” Suara Gio Si Belut Moray muncul dari balik celah karang. Matanya tajam, tubuhnya melilit karang seperti penguasa wilayah. “Tapi biar aku dengar sedikit. Hanya untuk memastikan.”
Tina ragu. “Aku masih latihan, Gio. Lagunya belum sempurna.”
Gio menyeringai. “Latihan? Ah, aku ini ahli musik, Tina. Aku bisa menilai apakah lagumu layak atau tidak.”
Tina akhirnya bernyanyi, suaranya pelan tapi memikat, seperti arus yang membelai lembut. Liriknya menceritakan keindahan Laut Biru dan persahabatan. Gio terdiam. Dia tahu lagu itu indah, bahkan sangat indah.
“Hmm, cukup bagus,” ucap Gio sambil menyembunyikan rasa kagumnya. “Tapi kau harus lebih percaya diri. Kalau tidak, siapa pun bisa mengambil kesempatanmu.”
Tina mengangguk kecil. “Terima kasih atas sarannya, Gio.”
Namun, jauh di lubuk hati Gio, sebuah ide licik mulai tumbuh.
***
Malam pesta laut tiba. Bintang laut berkilauan di atas, memantulkan cahaya rembulan ke dasar laut. Semua penghuni Laut Biru berkumpul di sekitar panggung terumbu karang yang dihias anemon berwarna-warni. Tina berdiri di antara kerumunan, jantungnya berdebar kencang.
“Selamat malam, semuanya!” Gio meluncur ke panggung, senyumnya lebar. “Untuk malam yang spesial ini, aku telah menciptakan sebuah lagu indah. Dengarkan dan nikmati!”
Tina terkejut. “Apa maksudnya dia menciptakan lagu?” bisiknya.
Saat Gio mulai bernyanyi, Tina membeku.
Itu lagu miliknya! Nada, lirik, semuanya sama. Gio menyanyikannya dengan percaya diri, seolah-olah dia yang menciptakan setiap kata dan nada.
Sinta Si Pari Manta, yang menjadi pembawa acara malam itu, bertepuk tangan sambil tersenyum. “Lagu yang luar biasa, Gio! Kau sangat berbakat.”
Gio membungkuk, menikmati sorak-sorai penonton. Tina ingin bersuara, tapi rasa malunya menahannya.
“Kenapa aku tidak berani bicara?” gumam Tina, matanya mulai berkaca-kaca.
Setelah Gio turun dari panggung, Sinta menghampirinya. “Gio, lagumu sungguh indah. Bagaimana kau menciptakannya?”
“Oh, kau tahu, ide itu datang begitu saja,” jawab Gio, berusaha terdengar santai.
“Begitu saja?” tanya Sinta, alisnya terangkat.
“Ya, ya, aku ini kan jenius,” kata Gio sambil tersenyum lebar.
Di kejauhan, Sinta melihat Tina yang duduk sendiri di belakang terumbu karang. Ia berenang mendekat. “Tina, kau terlihat sedih. Ada apa?”
Tina menggigit bibirnya. “Sinta, itu… laguku. Gio mengambilnya.”
Sinta terkejut. “Apa? Kau yakin?”
Tina mengangguk. “Aku menyanyikannya padanya beberapa hari lalu. Tapi sekarang… dia mengaku itu miliknya.”
Sinta diam sejenak. “Baiklah. Jika itu benar, kita harus melakukan sesuatu. Kau harus berani menunjukkan bakatmu.”
“Tapi aku… aku tidak bisa, Sinta. Semua orang akan melihatku.”
Sinta menatap Tina dengan lembut. “Tina, dunia harus mendengar lagu itu dari penciptanya. Aku tahu kau bisa melakukannya.”
Panggung kembali dipenuhi sorak-sorai. Sinta melangkah ke tengah, mengambil alih mikrofon karang. “Teman-teman, sebelum kita lanjut, aku mendadak punya ide. Bagaimana kalau Gio menyanyikan lagu lain ciptaannya? Pasti dia punya banyak ide brilian.”
Gio tertegun. “Lagu lain?” tanyanya pelan.
“Ya, tentu saja. Kau kan jenius musik. Kamu sangat berbakat!” jawab Sinta dengan senyum lebar.
Gio berkeringat dingin. “Uh, sebenarnya… laguku hanya satu. Aku ingin fokus pada yang tadi.”
“Tapi seorang pencipta lagu hebat pasti punya lebih banyak karya,” desak Sinta.
Penonton mulai berbisik-bisik. Gio merasa terpojok. “Baiklah, aku mengaku!” serunya akhirnya. “Lagu itu bukan ciptaanku. Itu milik Tina.”
Semua mata tertuju pada Tina. Dia terkejut, tapi Sinta menggandengnya menuju panggung.
“Tina, sekarang giliranmu. Tunjukkan pada semua orang bahwa kau adalah pencipta lagu itu,” kata Sinta dengan penuh keyakinan.
Tina mengambil napas dalam. Jantungnya berdetak kencang, tetapi dia mulai bernyanyi. Suaranya lembut, lalu semakin kuat, membawa keindahan dan emosi yang bahkan lebih dalam dari sebelumnya.
Penonton terdiam, lalu meledak dalam tepuk tangan. “Luar biasa, Tina!” seru salah satu penonton.
Selesai bernyanyi, Tina tersenyum kecil. Untuk pertama kalinya, dia merasa percaya diri.
***
Gio mendekatinya dengan wajah penuh penyesalan. “Tina, aku minta maaf. Aku tidak seharusnya mengambil lagumu. Kau berbakat, dan aku seharusnya mendukungmu, bukan mengambil keuntungan.”
Tina tersenyum. “Terima kasih, Gio. Aku memaafkanmu.”
Sinta memeluk Tina. “Aku tahu kau bisa melakukannya, Tina. Lihat, semua orang mengagumimu.”
Pesta malam itu menjadi milik Tina. Lagunya menjadi simbol keindahan dan keberanian, dan untuk pertama kalinya, Tina merasa diterima sebagai dirinya sendiri.
TAMAT
***
Bunda Tjut Zakiyah Anshari lebih sering dipanggil Bunda Kiky atau Bunky. Tahun 2008 Bunky mendirikan Sanggar Kepenulisan Pena Ananda Club di Tulungagung, Jawa Timur. Semenjak pasca pandemi, disebabkan kesehatannya, Bunda lebih fokus menulis banyak cerita, dunia yang sangat menyenangkan bagi Bunda. Salah satu media cerita dengan puluhan cerita Bunda dapat kalian tonton di YouTube dengan akun Bunky Story Land.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar